NASIONALISME MANTAN KOMBATAN
GAM
Oleh : HARI HIKMAWAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Berbagai masalah
yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia mulai dari masalah kemiskinan, pengangguran,
terorisme, gerakan separatis dan lain sebagainya dalam bentuk proxy war.
Menimbulkan banyak permasalahan, salah satunya adalah rendahnya rasa
Nasionalisme Bangsa Indonesia. Memang itu tidak bisa dipungkiri, karena
masyarakat lebih memilih untuk kelangsungan hidupnya dari pada memikirkan hal-hal
seperti itu yang dianggapnya tidak penting. Padahal rasa nasionalisme itu
sangat penting sekali bagi bangsa Indonesia untuk bisa menjadi bangsa yang
maju, modern, bangsa yang aman, damai, adil dan sejahtera.
|
1
|
Berbicara tentang nasionalisme Indonesia, perlu
dicatat bahwa kita tidak dapat menyepadankannya begitu saja dengan nasionalisme
Barat. Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme berfondasi Pancasila. Nasionalisme
yang bersenyawa dengan keadilan sosial, yang oleh Bung Karno disebut Socionasionalisme.
Nasionalisme yang demikian ini menghendaki penghargaan, penghormatan, toleransi
kepada bangsa atau suku bangsa lain. Maka nasionalisme Indonesia berbeda dengan
nasionalisme Barat yang bisa menjurus kepada sikap chauvinistik dan ethnonationalism
(nasionalisme sempit) yang membenci bangsa atau suku bangsa lain, menganggap
bangsa atau suku bangsa sendirilah yang paling bagus, paling unggul, sesuai
dengan individualisme Barat.
Nasionalisme adalah sebuah ideologi yang tergolong
paling mutakhir dalam pemahaman politik nasional. Dalam puncak pencapaian ide politiknya
akan menghasilkan sebuah sistem politik nation state (negara bangsa) sebagai
sebuah entitas politik yang kuat di tengah-tengah lingkungan umat manusia di
dunia kehidupan ini.
Substansi nasionalisme Indonesia memiliki dua unsur.
Pertama, kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri
atas berbagai suku, etnik, dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia
dalam menghapuskan segala bentuk pensubordinasian, penjajahan, dan penindasan
dari bumi Indonesia. Semangat dari dua substansi tersebutlah yang kemudian
tercermin dalam Sumpah Pemuda dan Proklamasi serta dalam Pembukaan UUD 1945.
Penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum
of Understanding, MoU) antara pemerintahan RI dan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) pada 5 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia, merupakan peristiwa
bersejarah dalam tiga puluh tahun konflik di aceh. Kedua pihak bersepakat untuk
melaksanakan MoU Helsinki segera setelah penandatanganan kesepakatan perdamaian
itu. Kondisi ekonomi masyarakat diharapkan segera meningkat bebarengan dengan
stabilnya kondisi keamanan.
Namun begitu, sejak upaya pelaksanaan MoU
Helsinki, jenis konflik telah berubah dari konflik vertikal, antara pemerintah
pusat dengan GAM menjadi konflik horizontal antar komponen masyarakat, terutama
berkaitan dengan distribusi kompensasi ekonomi bagi mantan anggota dan
penguasaan aset-aset ekonomi dan politik oleh para mantan kombatan.
Tak dapat dipungkiri bahwa MoU Helsingki
merupakan sebuah anugerah sebagai produk dari hasil perjuangan selama tiga
dekade lebih. Satu hal yang sangat menarik dan menonjol pasca MOU Helsingki
adalah adanya transformasi Gerakan Aceh Merdeka menjadi Gerakan politik, yang
diwujudkan dalam Partai Aceh. Proses transformasi ini sendiri memberi warna
terendiri dalam dinamika perpolitikan Aceh. Transformasi ini membuktikan adanya
rasa nasionalisme yang ingin membangun Aceh menjadi lebih baik lagi, aman,
damai, dan sejahtera.
B. Rumusan Masalah
1)
Apa yang dimaksud dengan nasionalisme?
2)
Bagaimana nasionalisme mantan kombatan GAM?
C. Kerangka Pemikiran
1)
Teori Imagined Community oleh Benedict
Anderson.
2)
Teori nasionalisme oleh Anthony Smith.
3)
Teori Kebangkitan Nasional dan Nasionalisme
oleh Sartono Kartodirdjo.
LANDASAN TEORITIS
A. Menurut KBBI
Nasionalisme
kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama
mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran,
dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan1.
B. Menurut Ahli
1. Bendict Anderson
Nama ahli politik yang satu ini cukup dikenal
di Indonesia. Dia menulis buku Imagined Community yang
amat terkenal. Guru besar ilmu politik dari Cornell University (AS) ini adalah
salah seorang Indonesianis garda depan.
Benedict Anderson memahami nasionalisme
sebagai “komunitas
khayalan
(imagined community) yang
disatukan oleh sebuah persahabatan horisontal yang mendalam di mana
anggotaanggotanya diyakini mengkonstitusi (menciptakan) sebuah entitas yang
kuat dan utuh”.2
______________
1Kemdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bumi
Aksara, Jakarta, 2006, hlm. 74.
|
5
|
Bagi Anderson, komunitas khayalan ini
ada atau terbentuk karena kekuatan media massa, khususnya media cetak. Media
cetak sangat berperan dalam menyebarluaskan diseminasi (penggandaan)
gagasan/ide dari bangsa. Anderson menekankan bahwa bacaan atas surat kabar
harian atau majalah mingguan yang secara teratur dan sinkronik membentuk para
pembacanya untuk berbagi perasaan, gagasan atau serangkaian minat bersama,
karena isi dan fokus dari berita. Menurut Anderson, pengalaman kebangsaan
berakar
setiap hari karena shared reading ini.
Mari
kita kemukakan sebuah contoh untuk menjelaskan konsep yang abstrak ini. Tanggal
26 Desember 2004 gelombang tsunami menghancurkan Provinsi Nangro Aceh
Darussalam dan menewaskan ratusan ribu orang. Seluruh masyarakat bangsa
Indonesia ikut bersedih dan membantu saudaranya yang tertimpa musibah tersebut.
Perasaan bahwa Aceh adalah bagian dari saudara kita umumnya ditimbulkan oleh
media massa yang kita baca, tonton, atau dengar. Kalian bisa bayangkan apa
jadinya kalau bencana itu terjadi pada zaman di mana media massa belum
mengalami kemajuan seperti sekarang ini. Barangkali tidak akan muncul banyak
orang yang mengetahui dan membantu.
Nah,
kira-kira proses pembentukan nasionalisme menurut Benedict Anderson terjadi
seperti itu. Suatu komunitas pada akhirnya memiliki perasaan kebangsaan yang
sama karena perasaan itu ditimbulkan oleh kesamaan minat dan perhatian mereka.
Kesamaan minat dan perhatian itu ditimbulkan oleh media cetak (koran dan
majalah) yang mereka baca. Kesamaan minat dan perhatian itu pada gilirannya
memicu perasaan komunitas tersebut untuk mengkhayalkan sebuah masyarakat tempat
mereka hidup bersama sebagai warga masyarakat. Wujud konkret dari komunitas khayalan itu adalah negara. Di sini memang perasaan lebih memainkan peran daripada
pikiran. Nasionalisme sebagai imagined community harus
lebih menonjolkan perasaan daripada pikiran.
2. Anthony Smith
Di sini Smith memahami etnisitas sebagai
kelompok sosial dengan identitas tertentu dan yang membedakan diri mereka dari
orang lain. Umumnya kelompok-kelompok etnis membentuk sendiri batasbatas (boundaries) dan menciptakan simbolsimbol yang menjadi tanda
bahwa “kita” (us) berbeda dari “mereka” (they). Dalam perkembangannya, kelompok-kelompok etnis
semacam ini bisa saja membentuk sebuah
negara. Kalau ini yang terjadi, maka nasionalismenya bersifat nasionalisme etnik.
Selain berpendapat bahwa perasaan dan identitas
kebangsaan sudah ada jauh sebelum terbentuknya sebuah negara, Smith juga
berpendapat bahwa “nasionalisme berhubungan dengan pembentukan identitas nasional suatu bangsa”3.
______________
3Asjena
Jeremi, “Memahami Nasionalisme”, diakses dari https://jeremiasjena.wordpress.com/2008/06/20/memahaminasionalisme/,
pada tanggal 01 Januari 2016.
Pembentukan identitas nasional dapat
terjadi melalui penciptaan simbol-simbol nasional. Bagi dia, simbol-simbol nasional
tidak diciptakan sepihak oleh elit, tapi oleh berbagai kelompok yang berbeda.
Karena mengikutsertakan banyak kelompok masyarakat dalam penciptaan simbol-simbol
nasional, maka sering terjadi konflik dalam proses penciptaan simbol-simbol nasional
ini. Konflik-konflik tersebut wajar dan perlu sejauh tidak membawa perpecahan
bangsa.
Menurut Smith, dalam menciptakan simbol-simbol tersebut
tidak ada cetak biru (blue print) yang siap dipakai
sebagai contoh. Tidak hanya itu. Bahkan dalam proses pembentukan kebudayaan
nasional pun tidak ada cetak biru. Karena itu, seluruh lapisan masyarakat benar-benar
harus terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembentukan identitas nasional
dan kebudayaan bangsanya.
Jika terjadi bahwa dalam proses pembentukan
identitas bangsa melalui penciptaan simbol-simbol tersebut tidak ada
serangakaian simbol yang dapat diterima bersama, maka pada saat ini kelompok-kelompok
sosial yang ada harus memilih simbol-simbol yang multipel dengan maksud supaya
kelompok-kelompok yang berbeda pandangan dapat didorong untuk menerima dan mengidentifikasikan
dirinya dengan simbol-simbol tersebut.
Menurut Smith, dapat saja terjadi bahwa ada kebudayaan
dari etnis tertentu yang diterima sebagai kebudayaan nasional asal memenuhi
persyaratan. Syaratnya adalah kebudayaan dari etnis
tersebut harus masuk akal dan kredibel. Perhatikan di
sini bahwa masuk akal tidak sama dengan rasional. Sesuatu yang masuk akal belum
tentu rasional, sementara sesuatu yang rasional sudah tentu masuk akal. Ziarah
ke kuburan dan bersemedi untuk meminta “berkat dan pertolongan” dari arwah
nenek moyang atau tokoh-tokoh terkenal yang sudah mati memang tidak rasional,
tetapi masuk akal. Karena itu upacara seperti ini dapat menjadi ekspresi dari
kebudayaan nasional Indonesia.
Dengan pandangan semacam ini Smith sebetulnya
memiliki pemahaman yang sangat baik mengenai kebudayaan. Bagi dia, kebudayaan
adalah sesuatu yang dinamis. Sifat dinamis ini ada karena proses pembentukannya
tidak mengikuti cetak biru tertentu, tetapi proses bersama dari seluruh anggota
masyarakat. Selain itu, kebudayaan suatu bangsa terdiri dari macam-macam unsur,
antara lain unsur repository (kebudayaan-kebudayaan
yang sudah ada sekarang dan masih terpelihara), unsur warisan antargenerasi,
serangkaian tradisi, dan pembentukan secara aktif makna dan imaji-imaji oleh
masyarakat itu sendiri. Unsur yang terakhir ini pembentukan secara aktif makna
dan imaji-imaji oleh masyarakat itu sendiri terejawantah dalam nilai-nilai, mitos-mitos,
dan simbol-simbol yang pantas untuk menyatukan sekelompok orang dengan pengalaman-pengalaman
dan kenangan-kenangan yang sama dan yang membedakan mereka dari kelompok luar. Kita
akan kembali ke pandanganpandangannya ketika membicarakan proyeksi nasionalisme
Indonesia dan pembentukan negara Republik Indonesia.
3. Sartono Kartodirdjo
Sebagai sejarawan, Prof. Sartono
Kartodirdjo tentu saja merefleksikan nasionalisme dari perspektif Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri, nasionalisme Indonesia timbul sebagai reaksi terhadap
kolonialisme Belanda dan Jepang.
Dalam artikelnya berjudul Kebangkitan Nasional dan
Nasionalisme Indonesia, Sartono berpendapat bahwa nasionalisme pertama-tama adalah penemuan identitas diri4. Ini merupakan tingkat yang paling primordial di
mana kelompok masyarakat tertentu berusaha merumuskan identitas dirinya
berhadapan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya. Identitas diri tersebut,
begitu selesai dirumuskan, akan menempatkan kelompok sosial tersebut sebagai
yang berbeda dengan kelompok sosial lainnya. Dengan demikian, proses penemuan
identitas diri sekaligus menjadi proses penetapan boundaries yang membedakan
“kelompok kita” dari “kelompok mereka”.
Dalam
konteks Indonesia, proses penemuan identitas diri ini muncul pertama-tama karena
pengalaman negatif dijajah oleh Belanda. Penjajahan Belanda telah menghasilkan
diskriminasi yang melembaga yang menimbulkan rasa inferioritas dalam diri orang
Indonesia sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari Belanda secara sengaja
mendiskriminasi orang-orang Indonesia melalui pakaian, bahasa, tempat tinggal,
dan simbol-simbol otoritas lainnya.
Menurut Sartono, pengalaman didiskriminasi seperti
ini telah mendorong kaum terpelajar Indonesia untuk membentuk organisasi Boedi Oetomo (BO) pada tanggal 20 Mei 1908. Pembentukan BO ini sendiri
adalah antitesis terhadap
sikap diskriminatif Belanda
sekaligus menjadi momen merumuskan identitas kebangsaan Indonesia.
______________
4Asjena
Jeremi, “Memahami Nasionalisme”, diakses dari https://jeremiasjena.wordpress.com/2008/06/20/memahaminasionalisme/,
pada tanggal 01 Januari 2016.
Wujud tertinggi dari proses pencarian
dan perumusan identitas kebangsaan
ini adalah munculnya nasionalisme politik yang lebih
jelas arah dan tujuannya. Nasionalisme politik mengusung proyek kemerdekaan
Indonesia sebagai tujuan yang hendak dicapai. Nah, begitu kesadaran kebangsaan
seperti ini muncul, kesadaran ini sendiri langsung membedakan bangsa Indonesia
dari bangsa Belanda.
Nasionalisme
politik kemudian diikuti dengan langkah-langkah praktis konkret upaya
memperjuangkan kemerdekaan. Seluruh perjuangan organisasi politik dan tentara
Indonesia bermula dari penemuan identitas kebangsaan semacam ini. Dalam arti
ini BO memainkan peran yang sangat penting sebagai organisasi yang
mengintegrasikan kaum kaum terpelajar dengan kaum elit lainnya dan sebagai
simbol identitas kolektif masyarakat. Boedi Oetomo mendefinisikan identitas
kolektif bangsa Indonesia, yakni ingin hidup merdeka dan bermartabat.
Berdasarkan beberapa pendapat para
ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa nasionalisme merupakan komunitas
khayalan dalam mencari identitas diri dalam ruang bangsa. Setelah menemukan
identitas diri, selanjutnya komunitas ini merumuskan identitas dirinya dengan
kesadaran membangun dan mempertahankan dan dilakukan secara bersama-sama dalam
mencapai tujuan tersebut.
LANDASAN PERUNDANG-UNDANGAN
A.
UUD 1945 Pasal 27 ayat 3
UUD
1945 Pasal 27 ayat 3 berbunyi bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan Negara”5.
B.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara Pasal 9 ayat 1
Berbunyi
bahwa “upaya bela negara diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan Negara”6.
C.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik Pasal
2
Berbunyi bahwa “partai
politik didirikan dan
dibentuk oleh paling sedikit 30 orang warga negara Republik Indonesia yang
telah berusia 21 tahun atau sudah menikah dari setiap provinsi dengan
menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan dalam
kepengurusan tingkat pusat, tingkat provinsi dan kabupaten/kota”7.
______________
5UUD 1945, Pustaka Sandro Jaya, Jakarta,
2014, hlm. 18.
6MPR
RI, Undang-Undang tentang Bela Negara,
Sekretariat Jenderal MPR, Jakarta, 2013, hlm 150.
7MPR
RI, Undang-Undang tentang Partai Politik,
Sekretariat Jenderal MPR, Jakarta, 2011, hlm 67.
NASIONALISME MANTAN KOMBATAN GAM
A. Nasionalisme di Indonesia
Mengingat kita sebagai bangsa merdeka tidak sudi
didominasi oleh bangsa lain setelah mengalami penjajahan selama 300 tahun, maka
kita memerlukan nasionalisme yang menimbulkan daya juang bagi seluruh bangsa
untuk menolak dominasi itu.
Bangsa yang ingin mendominasi kita
menggunakan dalih HAM, demokrasi dan perdagangan bebas yang menyejahterakan
rakyat banyak. Itu semua adalah semboyan yang amat menarik bagi rakyat pada
umumnya dan khususnya para pemuda. Memang semua orang ingin diperlakukan secara
manusiawi, dapat berperanserta dalam menentukan jalannya pemerintahan negaranya
dan hidup sejahtera lahir dan batin. Sebab itu kaum muda, terutama yang
terpelajar, mudah tersilau oleh ajakan bangsa itu. Akan tetapi dalam kenyataan
bangsa yang mengikuti kehendaknya jauh dari pasti dapat mencapai keadaan yang
bagus itu. Contoh paling baru adalah perkembangan Amerika Latin. Sejak akhir tahun
1980an negara-negara Amerika Latin, kecuali Cuba, dipujipuji
oleh dunia Barat pada umumnya mengenai usahanya
membangun demokrasi, ekonomi liberal dan penegakan HAM. Amerika Serikat dan dunia
Barat memberikan bantuan yang besar, termasuk dalam ekonomi melalui IMF dan
Bank Dunia. Akan tetapi pada tahun 2000 terbukti bahwa usaha itu menemui
kegagalan di hampir semua negara Amerika Latin, termasuk di Argentina dan
Mexiko yang dipimpin oleh orang-orang yang dijagokan oleh AS.
korupsi dan salah urus makin merajalela
sehingga rakyat yang justru menjadi korban. Akibatnya adalah bahwa timbul kekurang
percayaan rakyat terhadap proses demokrasi dan para pemimpinnya. Dalam
penggantian kepemimpinan itu ada kecenderungan bahwa rakyat tidak menolak
pemimpin otoriter asalkan dapat mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi
mereka. Dengan begitu justru demokrasi menghadapi bahaya. Ini merupakan
pelajaran berharga bagi kita yang makin memperkuat perlunya nasionalisme. Dan nasionalisme
yang kita perlukan itu harus berorientasi peda kepentingan rakyat banyak. Sebab
itu nasionalisme harus sama kuat mengarah ke luar maupun ke dalam. Karena
nasionalisme harus menimbulkan daya juang rakyat, maka kondisi negara dan
bangsa harus sesuai dengan keinginan rakyat. Tanpa itu rakyat tidak akan
bergairah untuk menghadapi pihak lain yang hendak mendominasinya.
Kita harus dapat mewujudkan di negara
kita bahwa rakyat dapat menjalankan kedaulatannya melalui satu sistem demokrasi
yang kita setujui bersama. Kita harus membuktikan bahwa hukum berkuasa dan setiap
pelanggaran mendapat ganjaran yang setimpal. Terutama harus dirasakan oleh
rakyat bahwa semua orang diperlakukan secara manusiawi tanpa memandang golongan
dan daerah asal, gender, agama atau ras. Kesejahteraan rakyat harus terus
ditingkatkan. Meskipun mungkin belum sekali gus dapat mencapai tingkat yang
sama dengan bangsa tetangga, namun rakyat harus merasakan bahwa ada usaha yang nyata
dan terarah untuk meningkatkan kesejahteraannya. Setiap daerah di Indonesia
memperoleh otonomi untuk mengurus dirinya sendiri. Ini tidak terbatas pada
Kabupaten atau Daerah tingkat 2, tetapi juga Provinsi atau Daerah tingkat 1.
Dengan begitu setiap daerah merasa diperlakukan secara adil dan akan lebih
tertarik untuk tetap berada sebagai bagian dari Republik Indonesia. Di masa
kini dan masa depan adalah lebih menguntungkan menjadi bagian dari satu
kesatuan politik yang besar. Perlu disadari pula bahwa kalau ada daerah
memisahkan diri dari RI maka sebagai satu negara kecil ia lebih mudah menjadi
sasaran dominasi bangsa lain. Sebagai negara yang relatif besar Indonesia akan
lebih mampu menghadapi usaha dominasi pihak lain.
Dengan kondisi dalam negeri yang
memberikan kepuasan kepada rakyat banyak sebagai modal, kita menghadapi dunia
internasional. Nasionalisme masa kini dilandasi kerjasama antar bangsa untuk kepentingan
bersama dengan saling menghargai dan menghormati. Untuk itu Indonesia harus
sanggup menghasilkan prestasi dalam segala bidang yang tidak kalah dari bangsa
lain khususnya tetangganya. Setiap warga negara Indonesia selalu berusaha
menghasilkan yang terbaik sehingga meningkatkan hargadiri bangsa dan membuat
pihak lain menghargai Indonesia. Atas dasar itu Indonesia senantiasa bersikap
bersahabat terhadap semua bangsa di dunia. Juga terhadap bangsa yang dicurigai
mempunyai ambisi buruk terhadap Indonesia. Hal ini selain menjadi konsekuensi
kondisi umat manusia dewasa ini juga dilandasi keyakinan bahwa nasionalisme kita
harus menunjukkan moralitas tinggi. Umat manusia sekarang adalah umat manusia
yang makin menyadari pentingnya spiritualitas dan moralitas. Bahkan faktor ini
yang merupakan pendorong bagi perjuangan nasionalisme kita.
B. Nasionalisme Mantan Kombatan GAM
Perubahan
komitmen politik antara pemerintah RI dan GAM yang diwujudkan dalam bentuk nota
kesepakatan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki. Memotivasi
keikutsertaan mantan kombatan GAM melalui partai lokal dalam pemilu legislatif
merupakan bentuk tranformasi perjuangan perang senjata menjadi perang kompetisi
politik. Hal ini di karenakan kemenangan Partai Aceh pada pemilu tahun 2009
menurut data KIP Bireuen, Partai Aceh menang mutlak dengan menguasai 25 kursi8.
Pemahaman mantan kombatan GAM yang
mencalonkan diri menjadi anggota DPRK kurang memahami terhadap tugas pokok dan fungsi
Dewan perwakilan rakyat. Persepsi masyarakat terhadap mantan kombatan GAM yang
mencalonkan diri menjadi anggota DPRK yaitu : kemenangan legislatif 2009,
keterlibatan dalam perpolitikan di Aceh, tingkat kesejahteraan, kapasitas,
penunjukan dari komandan, dinamika politik internal9.
Bela
negara dalam bentuk pertahanan negara dengan semangat nasionalisme tidak
semestinya dalam bentuk perjuangan senjata tetapi dalam bentuk kompetisi
politik. Hal ini menunjukkan adanya kemajuan berfikir untuk membangun daerah
Aceh menjadi daerah yang madani. Oleh karena peperangan tidak bisa mengatur
kesejahteraan Aceh dengan kondisi yang labil.
______________
8Muliawati, Motivasi Mantan Kombatan Gerakan
Aceh Merdeka Mencalonkan Diri Menjadi
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bireuen Periode 2014-2019,
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 2014.
9Moch Nurhasim, Transformasi Politik Gerakan Aceh Merdeka
Pasca MoU Helsinki, Lipi, Jakarta, 2009, hlm. 127
Pimpinan
DPRA mendukung pemerintahan Aceh untuk bekerja keras meamnfaatkan dana otonomi
khusus secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh. Kerja
keras dan pengoptimalan dana Otsus ini mutlak harus dilakukan, agar Aceh
benar-benar siap ketika era dana ini berakhir10.
Sistem
politik yang demokratis ialah terwujudnya kedaulatan di tangan rakyat,
partisipasi rakyat yang tinggi dalam kehidupan politik, partai politik yang
aspiratif dan efektif, pemilihan umum yang berkualitas. Sistem politik yang
demokratis ditopang oleh budaya politik yang sehat, yaitu sportifitas,
menghargai perbedaan, santun dalam perilaku, mengutamakan kedamaian, dan anti
kekerasan dalam berbagai bentuk. Semua itu diharapkan melahirkan kepemimpinan
nasional yang demokratis, kuat dan efektif11.
Selain pada bidang politik, perubahan yang terjadi
dalam pada
bidang ekonomi. Keinginan GAM untuk memperkuat sektor ekonomi adalah dampak
dari adanya program DPR sebagai salah satu output dari kesepakatan
Helsinki. Beberapa kebijakan dan regulasi dikeluarkan pemerintah guna
menindaklanjuti MoU tersebut. Inpres No 15 tahun 2005, menyebutkan “ agar
gubernur NAD mengelola reintegrasi dan pemberdayaan setiap orang yang terlibat
dalam GAM kedalam masyarakat mulai dari: penerimaan, pembekalan, pemulangan, ke
kampung halaman dan penyiapan pekerjaan.
______________
10Tabloid Tabungan Aceh, Agustus 2015,
hlm. 5.
11Pimpinan
MPR dann Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Sekretariat
Jenderal, Jakarta, 2013, hlm. 113.
Secara teoretik, reintegrasi adalah program
dimana mantan kombatan dapat memperoleh kembali status kewarganegaraan termasuk
juga akses politik, sosial dan ekonomi seperti warga negara lainnya. Tujuan
program ini adalah untuk mendukung usaha eks kombatan kembali ke komunitas
masyarakatnya yang difokuskan pada pemenuhan kebutuhan kebutuhan dasar dan
kemampuan mereka baik secara ekonomi maupun sosial12.
Kebijakan reintegrasi pasca konflik di
Aceh dapat dibagi kedalam 3 tahapan program: fase reintegrasi jangka pendek
telah dilaksanakan pada kurun waktu 11 Februari‐ 5 Mei 2006. Reintegrasi jangka menengah dengan
target waktu pada 6 Mei‐ 31 Desember 2006 dan reintegrasi jangka panjang
saat ini tengah dilakukan pemerintah sejak 1 Januari 2007 hingga 31 Desember
2007.
Pembangunan ekonomi yang di cita‐citakan oleh
mantan GAM saat ini masih sebatas wacana, dan belum ada realitas yang jelas.
Banyak hal yang bisa menghambat pembangunan di Aceh umumnya, dan Aceh
khususnya, kebanyakan hambatan itu muncul dari tubuh GAM sendiri. Karena ada
sebagian mantan GAM yang mengkambing hitamkan pembangunan untuk keperluan
pribadi, untuk mendapatkan pemasukan yang lebih. Sebagian mantan kombatan GAM
lebih memilih menjadi senator, atau menduduki jabatan Eksekutif dan
Keterlibatan mantan‐kombatan GAM dalam proses politik lokal yang
merupakan langkah penting dalam proses perdamaian Aceh.
______________
12M. Hamdan Basyar, Reintegrasi Politik Aceh pasca MoU Helsinki,
Lipi, Jakarta, 2007, hlm. 111.
Pilkada ini juga berpotensi memiliki dua
peran kunci dalam membangun perdamaian jangka panjang: yaitu untuk memperkuat
cara‐cara
persaingan politik yang sehat antara para elit lokal Aceh, dan untuk membangun
landasan bagi tata pemerintahan yang baik (good governance) dan
pengembangan kebijakan yang efektif di Aceh. Kemenangan mantan GAM juga yang
akan menentukan arah pembangunan di Aceh kedepan dan siapa yang diuntungkan
ketika mereka menguasai pemerintahan.
Dapat memahami bahwa, selama GAM
berperan dalam pengambil kebijakan di Aceh pembangunan yang dilakukan hanya sedikit
diakibatkan dari ketidak seriusan GAM dalam membangun Aceh, dalam pembangunan
GAM lebih mementingkan kalangannya sendiri dan orang‐orang yang dekat
dengan pemerintahan. Sehingga peluang pembangunan masyarakat banyak tidak ada
sumber daya yang ada di Aceh sudah dimanfaatkan oleh GAM yang dekat dengan
pemerintahan. Pasca GAM menguasai pemerintahan mereka memainkan peran ersazt
kapitalism sebagaimana yang dikatakan oleh Yoshihara Kunio “campur tangan
pemerintah terlalu banyak” kebijakan dibuat untuk kepentingan kalangan
pengambil kebijakan dan pengusaha dari kalangan mereka.
Proyek-proyek pembangunan fisik lebih
diutamakan dikerjakan oleh kalangan kontraktor dari GAM, hanya beberapa
kalangan dari masyarakat biasa yang dapat mengakses proyek pembangunan itu
jikalau mereka bisa berpartisipasi dengan kalangan pembuat kebijakan. Seperti
proyek pembangunan jembatan Cunda yang dikerjakan oleh Bangun PT. Cipta
Konstruksi bersama PT. Pulau Gading yang juga merupakan kontraktor dari GAM.
Ekonomi politik yang dilakukan yang
dilakukan oleh GAM dapat dilihat dari segi pembangunan infrastruktur seperti
pembuatan jalan dan peningkatan ekonomi masyarakat lemah seperti pemberian
modal usaha untuk masyarakat yang ekonominya lemah. Tapi walaupun pembangunan
sudah diupayakan belum semua masyarakat menengah kebawah bisa mendapatkan
pembangunan, diakibatkan karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam
mengelola pemerintahan13. Walaupun dia sendiri yang korban konflik
belum mendapat bantuan apapun dari pemerintah, GAM lebih mementingkan kelompok
mereka sendiri dalam mengakses sumber daya yang ada di Aceh, disini dapat kita
lihat bahwa GAM telah melahirkan „birokrat kapitalis‟, sebagaimana yang
dikatakan oleh Guillermo O`Donnel dalam buku Ekonomi Politik dan Struktur
Politik Orde Baru yang ditulis oleh
Mochtar Mas‟oed, birokratis bersifat birokratik ‐teknokratik,
sebagai lawan pendekatan politik dalam pembuatan kebijaksanaan yang memerlukan
suatu proses tawar‐menawar yang
lama diantara berbagai kelompok dan kepentingan. Pendekatan politik dalam
pembuatan kebijaksanaan yang memerlukan suatu proses tawar‐menawar yang lama diantara berbagai kelompok dan
kepentingan14.
______________
13Lambang Trijono, Pembangunan sebagai Perdamaian, Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 153.
14Muhammad Syawal dkk, Dinamika Sosial Politik Pasca Mou Helsinki,
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 2015.
Selama kemenangan GAM dalam parlemen di
Aceh hampir seluruh proyek pembangunan di Aceh dikuasai oleh GAM, baik proyek
yang berbentuk pembangunan infrastruktur maupun proyek pengembangan swadaya
masyarakat. merosotnya pembangunan di Aceh salah satu faktor adalah tidak
adanya transparansi pembangunan, proyek yang bekerja ditentukan oleh pihak
pemerintah
kebiasaannya lelang hanya sekedar administrasi
pemerintahan, seperti banyak proyek pekerjaan infrastruktur publik di Aceh yang
sumber dananya dari APBA, tidak terdapat papan nama proyek, ini menunjukkan
bahwa pelaksanaan pembangunan infrastruktur publik tidak transparan berarti ada
yang disembunyikan dari pembangunan tersebut.
Setiap pembangunan biasanya pihak pihak
pengelolaan anggaran berkoordinasi dengan Satuan Kerja perangkat Kabupaten
SKPK, tetapi bagian tersebut berjalan sendiri‐sendiri
tanpa ada koordinasi. Banyak program tersebut dikerjakan oleh kontraktor dari
GAM, dan kebanyakan kontraktor dari GAM biasnya menyewa perusahaan milik
pengusaha lain untuk bisa mengerjakan proyek yang diberikan oleh pihak GAM yang
ada di pemerintahan. Banyak mantan kombatan GAM yang melakukan pekerjaan fisik
setengah hati, dalam arti kata mereka banyak yang aktif dikontraktor ketika ada
proyek saja dengan menyewa perusahaan rekannya untuk menjalankan proyek tersebut.
Semangat
nasionalisme di dalam diri mantan kombatan GAM terlihat dari kiprah politiknya
dalam menunggangi jabatan pemerintahan Aceh. Dengan memiliki peran ini,
nasionalisme inilah yang mengantarkan Aceh yang damai dan sejahtera.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1)
Nasionalisme merupakan komunitas khayalan
dalam mencari identitas diri dalam ruang bangsa. Setelah menemukan identitas
diri, selanjutnya komunitas ini merumuskan identitas dirinya dengan kesadaran
membangun dan mempertahankan dan dilakukan secara bersama-sama dalam mencapai
tujuan tersebut.
2)
Perubahan
komitmen politik antara pemerintah RI dan GAM yang diwujudkan dalam bentuk nota
kesepakatan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki. Memotivasi
keikutsertaan mantan kombatan GAM melalui partai lokal dalam pemilu legislatif
merupakan bentuk tranformasi perjuangan perang senjata menjadi perang kompetisi
politik.
3)
reintegrasi
adalah program dimana mantan kombatan dapat memperoleh kembali status
kewarganegaraan termasuk juga akses politik, sosial dan ekonomi seperti warga
negara lainnya. Tujuan program ini adalah untuk mendukung usaha eks kombatan
kembali ke komunitas masyarakatnya yang difokuskan pada pemenuhan kebutuhan kebutuhan dasar dan
kemampuan mereka baik secara ekonomi maupun sosial.
4)
Semangat nasionalisme di dalam diri mantan kombatan GAM terlihat
dari kiprah politiknya dalam menunggangi jabatan pemerintahan Aceh. Dengan
memiliki peran ini, nasionalisme inilah yang mengantarkan Aceh yang damai dan
sejahtera.
B. Saran
1)
Tanamkan semangat nasionalisme dalam diri
kita agar kita bisa mengerti bagaimana langkah kita untuk berjalan maju terus
menjadi lebih baik, mandiri, dan madani.
2)
Saling menjaga, menghormati dan menghargai
atas perjanjian yaang telah ditempuh. Dengan perdamaian kita bisa melakukan
pembangunan Aceh.
3)
Memberikan ruang kepada kita semua masyarakat
Aceh dalam proses pembangunan.
4)
Menunjukkan nasionalisme dalam bentuk
tindakan nyata dalam pembangunan Aceh.
Basyar, M. Hamdan.
2007. Reintegrasi Politik Aceh pasca MoU
Helsinki. Jakarta: Lipi.
Nurhasim, Moch. 2009. Transformasi Politik Gerakan Aceh Merdeka Pasca
MoU Helsinki. Jakarta: Lipi.
Kemdikbud. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Pimpinan MPR dann Tim
Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014. 2013. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat
Jenderal.
Trijono, Lambang. 2007.
Pembangunan sebagai Perdamaian.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
B. Makalah/ Skripsi
Muliawati.
2014. Motivasi
Mantan Kombatan Gerakan Aceh Merdeka Mencalonkan Diri Menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Kabupaten Bireuen Periode 2014-2019.
Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Syawal ,Muhammad dkk.
2015 Dinamika Sosial Politik Pasca Mou
Helsinki. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
C. Website
Jeremi, Asjena. Memahami Nasionalisme. (Online). diakses
dari https://jeremiasjena.wordpress.com/2008/06/20/memahaminasionalisme/, pada
tanggal 01 Januari 2016.
D. Perundang-undangan
MPR RI. 2013. Undang-Undang
tentang Bela Negara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR.
_______. 2011. Undang-Undang
tentang Partai Politik. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR.
UUD 1945. 2014. Jakarta: Pustaka Sandro Jaya.
E. Surat Kabar
Tabloid Tabangun
Aceh. Agustus 2015.
