ETOS KERJA DALAM PERSPEKTIF ISLAM


ETOS KERJA DALAM PERSPEKTIF 

ISLAM

Oleh : ABURIZAL AGAM ALFARIZY,dkk
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN AR RANIRY BANDA ACEH
2016

Etos kerja Islam bertujuan untuk menciptakan manusia yang mempunyai semangat kerja yang tinggi untuk meraih sukses. Ciri utama etos kerja dalam Islam adalah terpenuhinya empat syarat yaitu : harus mencari kekayaan dunia dengan halal, tidak meminta-minta untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga, dan karena ada belas kasihan pada tetangga atau dalam arti luas untuk membangun masayarakat. Seorang yang bekerja hanya untuk mengumpulkan kekayaan tidak termasuk etos kerja Islam. Etos kerja merupakan keharusan setiap individu, bukan saja untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, juga menghindari dari kefakiran. Sebab kefakiran menyebabkan seseorang mengidap lemahnya iman, lemah akal dan lemah kepribadian.

KAJIAN TEORITIS

1.      Etos Kerja Dalam Perspektif Islam

Etos kerja termasuk salah satu diantara global narrative, pembicaraan global salah satu diantara ciri sumber daya manusia yang diharapkan oleh negara-negara maju dan berkembang adalah warga yang memiliki etos kerja yang tinggi. Adapun empat parameter yang biasanya digunakan untuk melihat seseorang atau kelompok memiliki etos kerja atau tidak.

1. Bagaimana pandangan seseorang tentang kerja.
Orang yang memiliki etos kerja tinggi dan baik pasti mempunyai pandangan bahwa kerja sebagai hal yang mulia.
2. Ada atau tidaknya semangat untuk melakukan pekerjaan.
Orang-orang yang mempunyai etos kerja baik, apabila ditugasi untuk melakukan pekerjaan akan tumbuh semangatnya untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
3. Adanya upaya untuk menyempurnakan suatu kerja agar menjadi lebih produktif.
4. Adanya kebanggaan dapat melakukan pekerjaan yang menjadi tugasnya.
Orang yang memiliki keempat parameter tersebut dianggap orang yang memiliki etos kerja yang tinggi.

2.      Ajaran Islam Tentang Cinta Pekerjaan

Mencintai sesuatu artinya menyenangi sesuatu. Mencintai pekerjaan artinya menyenangi terhadap pekerjaan yang kita tekuni.

Mencintai pekerjaan merupakan suatu keharusan untuk meraih sukses, karena senang dalam mengerjakan dan bersungguh-sungguh dalam bekerja sehingga akan memperoleh hasil yang maksimal.

Bekerja hukumnya wajib, Islam melarang umatnya meminta-minta. Namun bekerja keras dalam hidupnya juga tidak boleh, Islam menganjurkan agar manusia memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, tetapi juga beramal atau berbuat untuk kehidupan akhiratnya.

Dalam melakukan pekerjaan biasakanlah untuk tidak menunda-nunda waktu, kerjakan suatu yang bisa dikerjakan jangan sampai ditunda esok hari karena pekerjaan itu akan jadi bertumpuk.

3.      Peranan Bekerja Dalam Kehidupan

Adapun peranan bekerja dalam kehidupan adalah sebagai berikut :

                     Memenuhi kebutuhan hidup baik primer maupun sekunder.
                     Memajukan kesejahteraan umum.
                     Memajukan produktivitas masyarakat dalam memerangi kemiskinan dan memajukan   pembangunan.

4.      Bahaya Tidak Bekerja Dalam Kehidupan

Bahaya tidak bekerja adalah sebagai berikut :

                    Tumbuhnya kemiskinan dan kefakiran sangat tidak mengutungkan bagi siapapun.
                    Tidak terpenuhinya kebutuhan primer atau sekunder.
                   Kemalasan dan pengangguran menjadi beban bagi orang lain dan akan menimbulkan berbagai macam penyakit masyarakat salah satunya pencurian.

MAKALAH LAINNYA :

DEMOKRASI TEORI dan PRAKTIK
PENGERTIAN, PEMBAGIAN DAN TUJUAN SYARI’AT ISLAM
KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIST
NASIONALISME MANTAN KOMBATAN GAM
TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH / KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH
LIHAT LEBIH BANYAK LAGI 

PEMBAHASAN

1.      Pengertian Etos Kerja
Dalam Websters World University Dictionary dijelaskan etos ialah sifat dasar atau karakter yang merupakan kebiasaan dan watak bangsa atau ras. Koentjoroningrat mengemukakan pandangannya bahwa etos merupakan watak khas yang tampak dari luar, terlihat oleh orang lain. Etos berasal dari kata Yunani, ethos, artinya ciri, sifat, atau kebiasaan, adat istiadat, atau juga kecenderungan moral, pandangan hidup yang dimiliki seseorang, suatu kelompok orang atau bangsa.

Adapun kerja, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya: kegiatan melakukan sesuatu.  EI-Qussy, seorang pakar Ilmu Jiwa berkebangsaan Mesir, menerangkan bahwa kegiatan atau perbuatan manusia ada dua jenis. Pertama, perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan mental, dan kedua tindakan yang dilakukan secara tidak sengaja. Jenis pertama mempunyai ciri kepentingan, yaitu untuk mencapai maksud atau mewujudkan tujuan tertentu. Sedangkan jenis kedua adalah gerakan random (random movement) seperti terlihat pada gerakan bayi kecil yang tampak tidak beraturan, gerakan refleks dan gerakan-gerakan lain yang terjadi tanpa dorongan kehendak atau proses pemikiran. Kerja yang dimaksud di sini tentu saja kerja menurut arti yang pertama, yaitu kerja yang merupakan aktivitas sengaja, bermotif dan bertujuan. Pengertian kerja biasanya terikat dengan penghasilan atau upaya memperoleh hasil, baik bersifat materiil atau nonmateriil.

Etos Kerja, menurut Mochtar Buchori dapat diartikan sebagai sikap dan pandangan terhadap kerja, kebiasaan kerja; ciri-ciri atau sifat-sifat mengenai cara kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok manusia atau suatu bangsa. Ia juga menjelaskan bahwa etos kerja merupakan bagian dari tata nilai individualnya. Demikian pula etos kerja suatu kelompok masyarakat atau bangsa, ia merupakan bagian darai tata nilai yang ada pada masyarakat atau bangsa itu. Jadi dapat kita tangkap maksud yang berujung pada pemahaman bahwa etos kerja merupakan karakter dan kebiasaan berkenaan dengan kerja yang terpancar dari sikap hidup manusia yang mendasar terhadapnya. Dan dapat kita mengerti bahwa timbulnya kerja dalam konteks ini adalah karena termotivasi oleh sikap hidup mendasar itu. Etos kerja dapat berada pada individu dan masyarakat.

2.      Terbentuknya Etos Kerja

Salah satu karakteristik yang melekat pada etos kerja manusia, ia merupakan pancaran dari sikap hidup mendasar pemiliknya terhadap kerja. Menurut Sardar, nilai-nilai adalah serupa dengan konsep dan cita-cita yang menggerakkan perilaku individu dan masyarakat Seirama dengan itu Nuwair juga menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang diarahkan dan terpengaruh oleh keyakinan yang mengikatnya. Salah atau benar, keyakinan tersebut niscaya mewarnai perilaku orang bersangkutan. Dalam konteks ini selain dorongan kebutuhan, dan aktualisasi diri, nilai-nilai yang dianut, keyakinan atau ajaran agama tentu dapat pula menjadi sesuatu yang berperan dalam proses terbentuknya sikap hidup mendasar ini. Berarti kemunculan etos kerja manusia didorong oleh sikap hidup sebagai tersebut di atas baik disertai kesadaran yang mantap maupun kurang mantap. Sikap hidup yang mendasar itu menjadi sumber motivasi yang membentuk karakter, kebiasaan atau budaya kerja tertentu.

Dikarenakan latar belakang keyakinan dan motivasi berlainan, maka cara terbentuknya etos kerja yang tidak bersangkut paut dengan agama (non agama) dengan sendirinya mengandung perbedaan dengan cara terbentuknya etos kerja yang berbasis ajaran agama, dalam hal ini etos kerja islami. Tentang bagaimana etos kerja dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, kenyataannya bukan sesuatu yang mudah. Sebab, realitas kehidupan manusia bersifat dinamis, majemuk, berubah-ubah, dan antara satu orang dengan lainnya punya latar belakang, kondisi sosial dan lingkungan yang berbeda. Perubahan sosial-ekonomi seseorang dalam hal ini juga dapat mempengaruhi etos kerjanya. Di samping terpengaruh oleh faktor ekstern yang amat beraneka ragam, meliputi faktor fisik, lingkungan, pendidikan dan latihan, ekonomi dan imbalan, ternyata ia juga sangat dipengaruhi oleh faktor intern bersifat psikis yang begitu dinamis dan sebagian di antaranya merupakan dorongan alamiah seperti basic needs dengan berbagai hambatannya. Ringkasnya, etos kerja seseorang tidak terbentuk oleh hanya satu dua variabel. Proses terbentuknya etos kerja (termasuk etos kerja islami), seiring dengan kompleksitas manusia yang bersifat kodrati, melibatkan kondisi, prakondisi dan faktor-faktor yang banyak: fisik biologis, mental-psikis, sosio kultural dan mungkin spiritual transendental. Jadi, etos kerja bersifat kompleks serta dinamis.

Untuk memberikan keterangan lebih jelas bagaimana etos kerja manusia terbentuk, baik yang tanpa keterlibatan agama maupun yang bersifat islami secara sederhana (tanpa menyertakan faktor-faktor yang mempengaruhi) dapat digambarkan sebagai berikut :

Akal dan/atau pandangan hidup/nilai-nilai yang diyakini --> Sikap hidup mendasar terhadap kerja
 --> Etos Kerja

Contoh 1. Paradigma terbentuknya etos non-agama (tanpa keterlibatan agama). Etos kerja di sini terpancar dari sikap hidup mendasar terhadap kerja. Sikap hidup mendasar itu terbentuk oleh pemahaman akal dan/atau pandangan hidup atau nilai-nilai yang dianut (di luar nilai-nilai agama)

            Wahyu akal  --> Sistem keimanan/aqidah Islam berkenaan dengan kerja --> Etos Kerja islami
Contoh 2. Paradigma terbentuknya etos kerja islami. Etos kerja islami terpancar dari sistem keimanan/aqidah Islam berkenaan dengan kerja. Aqidah itu terbentuk oleh ajaran wahyu dan akal yang bekerjasama secara proporsional menurut fungsi masing-masing

Dua gambar di atas menerangkan bagaimana etos kerja non­ agama (contoh 1) dan etos kerja islami (contoh 2) terbentuk secara garis besar tanpa menyertakan persoalan atau faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, seperti yang mendorong, menghambat atau menggagalkannya. Ternyata etos kerja itu bukan sesuatu yang didominasi oleh urusan fisik lahiriah. Etos kerja merupakan buah atau pancaran dari dinamika kejiwaan pemiliknya atau sikap batin orang itu. Membayangkan etos kerja tinggi tanpa kondisi psikologis yang mendorongnya mirip dengan membayangkan etos kerja robot atau makhluk tanpa jiwa. Dalam konteks ini, tentu bukan etos kerja demikian yang dikehendaki. Lebih dari itu perlu dijadikan catatan penting bahwa manusia adalah makhluk biologis, sosial, intelektual, spiritual dan pencari Tuhan. Ia berjiwa dinamis. Oleh karena itu, manusia dalam hidupnya termasuk dalam kehidupan kerjanya sering mengalami kesukaran untuk membebaskan diri dari pengaruh faktor-faktor tertentu, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Yang bersifat internal timbul dari faktor psikis misalnya dari dorongan kebutuhan, frustrasi, suka atau tidak suka, persepsi, emosi, kemalasan, dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat eksternal, datangnya dari luar seperti faktor fisik, lingkungan alam, pergaulan, budaya, pendidikan, pengalaman dan latihan, keadaan politik, ekonomi, imbalan kerja, serta janji dan ancaman yang bersumber dari ajaran agama. Kesehatan pun memainkan peranan amat penting.

3.      Indikasi-Indikasi Orang Beretos Kerja Tinggi

Gunnar Myrdal dalam bukunya Asian Drama mengemukakan tiga belas sikap yang menandai etos kerja tinggi pada seseorang : 1. efisien; 2. rajin; 3. teratur; 4. disiplin/tepat waktu; 5. hemat; 6. jujur dan teliti; 7. rasional dalam mengambil keputusan dan tindakan; 8. bersedia menerima perubahan; 9. gesit dalam memanfaatkan kesempatan; 10. energik; 11. ketulusan dan percaya diri; 12. mampu bekerjasama; dan 13. mempunyai visi yang jauh ke depan. Menurut Sarsono, Konfusianisme berkenaan dengan orang yang aktif bekerja mempunyai ciri-ciri : (1) etos kerja dan disiplin pribadi; (2) kesadaran terhadap hierarki dan ketaatan; (3) penghargaan pada keahlian; (4) hubungan keluarga yang kuat; (5) hemat dan hidup sederhana; dan (6) kesediaan menyesuaikan diri. Perbandingan orientasi kerja antara orang Cina perantauan dengan orang Amerika sebagai berikut: Cina perantauan memiliki peringkat kerja: (1) kerja keras; (2) belajar; (3) kejujuran; (4) disiplin diri; dan (5) kemandirian. Sedangkan nilai kerja orang Amerika adalah: (1) kemandirian; (2) kerja keras; (3) prestasi; (4) kerjasama; dan (5) kejujuran.

Bangsa Jepang di kawasan Asia khususnya, relatif dikenal mempunyai keunggulan dalam hal etos kerja. Etos kerja mereka ditandai ciri-ciri: 1. suka bekerja keras; 2. terampil dan ahli dibidangnya; 3. disiplin dalam bekerja; 4. tekun, cermat dan teliti; 5. memegang teguh kepercayaan dan jujur; 6. penuh tanggung jawab; 7. mengutamakan kerja kelompok, 8. menghargai dan menghormati senioritas; dan 9. mempunyai semangat patriotisme tinggi. Mokodompit juga mengutip pendapat Paul Charlap. Yakni, agar seseorang sukses dalam bekerja harus didukung oleh etos kerja yang indikasi-indikasinya: 1. bekerja keras, 2. bekerja dengan arif bijaksana, 3. antusias, sangat bergairah dalam bekerja, dan 4. bersedia memberikan pelayanan. Majalah For­tune di Amerika Serikat menyebutkan enam persyaratan untuk memperoleh kesuksesan kerja sebagai eksekutif:

Mempunyai prakarsa, bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan tugas kepemimpinan yang dipercayakan;
Mempunyai pengetahuan dan keterampilan kerja di bidangnya secara memadai;
Dapat dipercaya dan berusaha menyelesaikan pekerjaan dengan sungguh-sungguh;
Mempunyai kecakapan dalam berhubungan dengan orang lain;
Tidak mudah menyerah; dan
Mempunyai kualitas pribadi dan kebiasaan kerja yang baik.

Idealisasi kualitas manusia Indonesia sesuai dengan dinamika budaya bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, I, terwujud dalam sikap perilaku, ungkapan bahasa dalam komunikasi sosial, berbudi pekerti luhur, jujur, adil, dapat 1, dipercaya; 2. berkepribadian, tangguh, dan mandiri; 3. bekerja keras; 4. berdisiplin; 5. bertanggung jawab; 6. cerdas, arif­ bijaksana; 7. terampil dalam bekerja; 8. sehat jasmani dan rohani; dan 9. mempunyai kesadaran patriotisme tinggi.

Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, Indikasi-indikasi etos kerja secara universal kiranya cukup menggambarkan etos kerja yang baik pada manusia, bersumber dari kualitas diri, diwujudkan berdasarkan tata nilai sebagai etos kerja yang diaktualisasikan dalam aktivitas kerja. Dan sehat jasmani serta mental juga menjadi hal penting pada orang yang bersangkutan yang memiliki modal kepribadian yang mendukung etos kerja tinggi.

4.      Etos Kerja Islami (Telaah Psikologi)
Bahwasannya kepribadian terdiri dari sistem-sistem psiko-fisik. Kehidapan manusia kalau diibaratkan sebagai perjalanan, jasmani memang laksana kendaraan. Perjalanan bisa sangat terganggu bila kendaraan tidak normal dan sering rusak. Kesehatan jasmani adalah perpaduan yang serasi antara bermacam-macam fungsi jasmani, disertai kemampuan menghadapi kesukaran-kesukaran biasa yang dijumpai dalam lingkungan, di samping secara positif merasa gesit, kuat, dan bersemangat. Sedangkan kesehatan mental ialah perpaduan atau integrasi yang serasi antara fungsi-fungsi jiwa ringan yang biasa terjadi pada manusia umumnya, di samping secara positif dapat menikmati kebahagiaan dan menyadari kemampuan.

Dari sejumlah pendapat dan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan, indikasi-indikasi orang beretos kerja tinggi pada umumnya meliputi sifat-sifat:

Aktif dan suka bekerja keras;
Bersemangat dan hemat;
Tekun dan profesional;
Efisien dan kreatif;
Jujur, disiplin, dan bertanggung jawab;
Mandiri;
Rasional serta mempunyai visi yang jauh ke depan;
Percaya diri namun mampu bekerjasama dengan orang lain;
Sederhana, tabah dan ulet;
Sehat Jasmani dan rohani;

5.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Faktor-faktor yang potensial mempengaruhi proses terbentuknya etos kerja selain banyak, tidak jarang dilatarbelakangi oleh kausalitas plural yang kompleks hingga memunculkan berbagai kemungkinan. Maka, tidak aneh kalau sejumlah pakar lalu menampilkan teori bertolak dari tinjauan tertentu yang berbeda antara satu dengan lainnya. Dapat ditambahkan kiranya teori iklim yang dikemukakan oleh sejumlah pakar ilmu sosial. Mereka berpendapat iklim berpengaruh terhadap etos kerja penduduk. Negara yang berlokasi di daerah subtropik mempunyai iklim yang merangsang warganya untuk bekerja lebih giat. Sebaliknya negara­-negara yang terletak di sekitar khatulistiwa, karena iklimnya panas, menyebabkan warga negaranya kurang giat bekerja dan lebih cepat lelah. David C. McClelland menyatakan teori ini mengandung banyak kelemahan. Teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa negara-negara yang iklimnya relatif tidak berbeda, ternyata pertumbuhan ekonominya berbeda. Kalau kita analisis lebih cermat, pendapat Miller dan Form, mungkin mengandung kebenaran meskipun tidak seluruhnya. Apa yang dikemukakan oleh McClelland juga serupa itu. Karena faktor-faktor yang melatarbelakangi manusia giat bekerja atau sebaliknya, hakikatnya tidak terbatas pada hanya satu, dua, atau tiga faktor. Demikian pula berkenaan dengan teori-teori lain yang menonjolkan faktor ras, penyebaran budaya, dan sebagainya Masing-masing tidak ada yang menjadi satu-satunya faktor penyebab, tetapi sangat mungkin masing-masing ikut memberikan pengaruh dan ikut berperan dalam terbentuknya etos kerja.
MAKALAH LAINNYA :

DEMOKRASI TEORI dan PRAKTIK
PENGERTIAN, PEMBAGIAN DAN TUJUAN SYARI’AT ISLAM
KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIST
NASIONALISME MANTAN KOMBATAN GAM
TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH / KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH

LIHAT LEBIH BANYAK LAGI 

Manusia memang makhluk yang sangat kompleks. Ia memiliki rasa suka, benci, marah, gembira, sedih, berani, takut, dan lain-lain. Ia juga mempunyai kebutuhan, kemauan, cita-cita, dan angan-angan. Manusia mempunyai dorongan hidup tertentu, pikiran dan pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan sikap dan pendirian. Selain itu, ia mempunyai lingkungan pergaulan di rumah atau tempat kerjanya. Realitas sebagaimana tersebut di atas tentu mempengaruhi dinamika kerjanya secara langsung atau tidak. Sebagai misal rasa benci yang terdapat pada seorang pekerja, ketidak cocokan terhadap atasan atau teman satu tim, keadaan seperti itu sangat mungkin untuk menimbulkan dampak negatif pada semangat, konsentrasi, dan stabilitas kerja orang bersangkutan. Sebaliknya, rasa suka pada pekerjaan, kehidupan keluarga yang harmonis, keadaan sosio-kultural, sosial ekonomi dan kesehatan yang baik, akan sangat mendukung kegairahan dan aktivitas kerja. Orang yang bekerja sesuai dengan bidang dan cita-cita dibandingkan dengan orang yang bekerja di luar bidang dan diluar kehendak mereka, niscaya tidak sama dalam antusias dan ketekunan kerja masing-masing. Sejumlah pakar psikologi menyatakan, perilaku adalah interaksi antara faktor kepribadian manusia dengan faktor2 yang ada di luar dirinya (faktor lingkungan).  Motivasi yang berperan dalam proses terbentuknya etos kerja ternyata tidak tunggal, melainkan lebih dari satu bahkan bisa banyak dan saling berinteraksi antara satu dengan lainnya. Jadi, ia bersifat kompleks dan dinamis.

Sedangkan faktor-faktor yang dapat berpengaruh dalam proses itu jelas tidak sedikit meliputi faktor dalam dan faktor luar. Sistem pemahaman keimanan atau aqidah islami juga termasuk menjadi landasan yang sangat penting.

a. Masalah Interpretasi

Kurang atau tidak adanya kerjasama proporsional antara wahyu dengan akal berkaitan dengan interpretasi, pada gilirannya dapat melahirkan pasangan-pasangan pilihan yang berlawanan. Misalnya, cara pemahaman tekstual dan kontekstual, jalan Ilahi dan jalan keduniaan, pilihan antara idealis dan realis, dan lain sebagainya. Pada gilirannya cara demikian menghasilkan pemahaman yang bersifat parsial atau saling berhubungan.

6.      Tujuan Kerja dalam Wawasan Islam

Adapun tujuan kerja dalam Islam yaitu :
1. Mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarga

Kebutuhan hidup diri dan keluarga yang sudah tercukupi dengan baik dengan begitu akan mengurangi dorongan untuk meminta-minta atau dorongan untuk melakukan hal-hal yang dapat menjerumuskan diri pada tindakan tidak terpuji.

2. Untuk memberikan kemaslahatan atau kesejahteraan bagi masyarakat luas, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau pada tujuan pertama mungkin seseorang mudah mengatasi hasil kerja itu tidak sebatas untuk kebutuhan diri dan keluarga, tapi harus ada yang digunakan untuk mengembangkan kemaslahatan umum.

3. Untuk meningkatkan mutu pengabdian dan keta’atan kepada Allah SWT
Dalam bahasa sederhana bisa juga disebut meningkatkan kualitas ibadah. Misalnya bekerja agar bisa menunaikan ibadah haji, shadaqah, menjadi donatur pembangunan mesjid, dan  cara lain.
 Kerja dan Martabat Hidup

Dari pembahasan diatas, ajaran Islam mengapresiasikan bahwa untuk menjadi muslim yang baik. Standar umumnya adalah mempunyai pekerjaan. Tuhan menyukai hamba yang memiliki pekerjaan. Ini merupakan tema penting yang patut dipikirkan dalam mempersiapkan generasi muda dimasa mendatang. Kerja merupakan suatu kegiatan yang mulia.

 Nilai – Nilai Ibadah Dalam Kerja

Ada dua syarat yang dapat dijadikan ukuran bekerja dengan benar dalam Islam.
1. Benar dari aspek niatnya
Niat menentukan amal atau kerja seseorang. Niat itu berfungsi untuk mengukur dan meletakkan apakah suatu pekerjaan itu benar atau tidak.
2. Benar dari aspek pelaksanaannya
Dalam pandangan Islam ada dua masalah yang perlu mendapat perhatian dalam melaksanakan pekerjaan, yaitu :
a.       Pekerjaan tersebut disebut “amalun masru” pekerjaan yang dapat dibenarkan oleh syariat Islam. Meskipun dilakukan dengan ikhlas, tetapi pekerjaan itu mencuri maka tidak dianggap benar menurut syara’.
b.      Pekerjaan itu tidak sampai mengganggu tugas. Tugas yang diwajibkan oleh Allah seperti shalat dan puasa. Jika pekerjaan itu menjadikan seseorang lalai pada tugas-tugas keagamaan atau berhubungan dengan Tuhan maka pekerjaan tersebut tidak bisa dikatakan baik.

MAKALAH LAINNYA :

DEMOKRASI TEORI dan PRAKTIK
PENGERTIAN, PEMBAGIAN DAN TUJUAN SYARI’AT ISLAM
KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIST
NASIONALISME MANTAN KOMBATAN GAM
TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH / KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH

LIHAT LEBIH BANYAK LAGI 

Daftar pustaka

Efendi, Rustam. 2008. Produksi Dalam Islam. Yogyakarta : Magistra Insania Press.
Hasan, M. Tholchan. 2000. Dinamika Kehidupan Religius. Jakarta : Listafariska Putra.
Abdul Aziz El-Qussy, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa
Adams, Mulford, Lewis, 1965, Websters World University Dictionary, (Washington DC: Publishers Company Inc)
Al-Ma’had al-Islamiy lil-Fikril-Islamiy, 1986, Silsilah Islamiyyatil Ma’rif’ah, Islamiyyatul ma’rifah al-Mabadi’ al-’Ammah, Khittatul-’Amal al-Injazat, (Washington D.C: Interna­tional Institute of Islamic Thought)
Ancok, Djamaludin, 1995, Nuansa Psikologi Pembangunan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Asy’arie, Musa, Islam, etos Kerja
Atmosudirdjo, Prajudi, 1982, Pengambilan Keputusan, Cet. ke-6, (Jakarta: Ghalia Indah,)
Aziz, El-Qussy,Abdul, 1974, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental, Terj. Dr. Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang)
Buchori, Mochtar, 1994, Penelitian Pendidikan dan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta. IKIP Muhammadiyah Press,)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,)
Koentjoroningrat, 1980, Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekoxwmi, (Jakarta: LIPI,)
Rahman, Fazlur, 1980, Major Themes of The Quran, (Chicago: Bibliotheca Islamica)
Sutrisno, 2008, Pendidikan Islam Yang Menghidupkan, Cet. Ke-II, (Yogyakarta; Kota Kembang)
Sardar, Ziauddin, 1993, Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, terj. Rahmani Astuti, (Bandung: Penerbit Mizan,)
Satar, Nuwair, Abdus, 1488 H, al-Waqt Huwal Hayat Dirasah Manhajiyyah lit Ifadah min Awqat il-’Umr, Cet. ke -3, (Qatar: Darus Saqafah,)
Sarsono, 1998 , Perbedaan Nilai Kerja Generasi Muda Terpelajar Jawa dan Cina”, Disertasi Psikologi UGM, (Yogyakarta: Perpustakaan Fakultas Psikologi UGM,)
Eddy Agussalim Mokodompit, “Etos Kerja”


Cari Berita Lainnnya

Yusrizal Bungie. Diberdayakan oleh Blogger.

Entry Populer

Upload Terbaru

5 Hal Yang Harus Kamu lakukan Agar Betah Di Pesantren