ETOS
KERJA DALAM PERSPEKTIF
ISLAM
Oleh : ABURIZAL
AGAM ALFARIZY,dkk
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN AR RANIRY BANDA ACEH
2016
Etos kerja Islam
bertujuan untuk menciptakan manusia yang mempunyai semangat kerja yang tinggi
untuk meraih sukses. Ciri utama etos kerja dalam Islam adalah terpenuhinya
empat syarat yaitu : harus mencari kekayaan dunia dengan halal, tidak
meminta-minta untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga, dan karena ada belas
kasihan pada tetangga atau dalam arti luas untuk membangun masayarakat. Seorang
yang bekerja hanya untuk mengumpulkan kekayaan tidak termasuk etos kerja
Islam. Etos kerja merupakan keharusan setiap individu, bukan saja untuk
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, juga menghindari dari kefakiran. Sebab
kefakiran menyebabkan seseorang mengidap lemahnya iman, lemah akal dan lemah
kepribadian.
KAJIAN TEORITIS
1. Etos
Kerja Dalam Perspektif Islam
Etos kerja termasuk salah
satu diantara global narrative, pembicaraan global salah satu diantara ciri
sumber daya manusia yang diharapkan oleh negara-negara maju dan berkembang
adalah warga yang memiliki etos kerja yang tinggi. Adapun empat parameter
yang biasanya digunakan untuk melihat seseorang atau kelompok memiliki etos
kerja atau tidak.
1. Bagaimana pandangan seseorang
tentang kerja.
Orang yang memiliki etos
kerja tinggi dan baik pasti mempunyai pandangan bahwa kerja sebagai hal yang
mulia.
2. Ada atau tidaknya
semangat untuk melakukan pekerjaan.
Orang-orang yang
mempunyai etos kerja baik, apabila ditugasi untuk melakukan pekerjaan akan
tumbuh semangatnya untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
3. Adanya upaya untuk
menyempurnakan suatu kerja agar menjadi lebih produktif.
4. Adanya kebanggaan
dapat melakukan pekerjaan yang menjadi tugasnya.
Orang yang memiliki
keempat parameter tersebut dianggap orang yang memiliki etos kerja yang tinggi.
2. Ajaran
Islam Tentang Cinta Pekerjaan
Mencintai sesuatu artinya
menyenangi sesuatu. Mencintai pekerjaan artinya menyenangi terhadap pekerjaan
yang kita tekuni.
Mencintai pekerjaan
merupakan suatu keharusan untuk meraih sukses, karena senang dalam mengerjakan
dan bersungguh-sungguh dalam bekerja sehingga akan memperoleh hasil yang
maksimal.
Bekerja hukumnya wajib,
Islam melarang umatnya meminta-minta. Namun bekerja keras dalam hidupnya juga
tidak boleh, Islam menganjurkan agar manusia memenuhi kebutuhan hidup diri dan
keluarganya, tetapi juga beramal atau berbuat untuk kehidupan akhiratnya.
Dalam melakukan pekerjaan biasakanlah untuk tidak menunda-nunda waktu, kerjakan suatu yang bisa dikerjakan jangan sampai ditunda esok hari karena pekerjaan itu akan jadi bertumpuk.
3. Peranan
Bekerja Dalam Kehidupan
Adapun peranan bekerja
dalam kehidupan adalah sebagai berikut :
Memenuhi kebutuhan hidup baik primer maupun sekunder.
Memajukan kesejahteraan umum.
Memajukan produktivitas masyarakat dalam memerangi kemiskinan dan
memajukan pembangunan.
4. Bahaya
Tidak Bekerja Dalam Kehidupan
Bahaya tidak bekerja
adalah sebagai berikut :
Tumbuhnya
kemiskinan dan kefakiran sangat tidak mengutungkan bagi siapapun.
Tidak terpenuhinya
kebutuhan primer atau sekunder.
Kemalasan dan pengangguran
menjadi beban bagi orang lain dan akan menimbulkan berbagai macam penyakit
masyarakat salah satunya pencurian.
MAKALAH LAINNYA :
DEMOKRASI TEORI dan PRAKTIK
PENGERTIAN, PEMBAGIAN DAN TUJUAN SYARI’AT ISLAM
KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIST
NASIONALISME MANTAN KOMBATAN GAM
TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH / KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH
LIHAT LEBIH BANYAK LAGI
MAKALAH LAINNYA :
DEMOKRASI TEORI dan PRAKTIK
PENGERTIAN, PEMBAGIAN DAN TUJUAN SYARI’AT ISLAM
KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIST
NASIONALISME MANTAN KOMBATAN GAM
TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH / KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH
LIHAT LEBIH BANYAK LAGI
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Etos Kerja
Dalam Websters World
University Dictionary dijelaskan etos ialah sifat dasar atau karakter yang
merupakan kebiasaan dan watak bangsa atau ras. Koentjoroningrat
mengemukakan pandangannya bahwa etos merupakan watak khas yang tampak
dari luar, terlihat oleh orang lain. Etos berasal dari kata Yunani, ethos, artinya
ciri, sifat, atau kebiasaan, adat istiadat, atau juga kecenderungan moral,
pandangan hidup yang dimiliki seseorang, suatu kelompok orang atau bangsa.
Adapun kerja, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya: kegiatan melakukan sesuatu. EI-Qussy, seorang pakar Ilmu Jiwa berkebangsaan Mesir, menerangkan bahwa kegiatan atau perbuatan manusia ada dua jenis. Pertama, perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan mental, dan kedua tindakan yang dilakukan secara tidak sengaja. Jenis pertama mempunyai ciri kepentingan, yaitu untuk mencapai maksud atau mewujudkan tujuan tertentu. Sedangkan jenis kedua adalah gerakan random (random movement) seperti terlihat pada gerakan bayi kecil yang tampak tidak beraturan, gerakan refleks dan gerakan-gerakan lain yang terjadi tanpa dorongan kehendak atau proses pemikiran. Kerja yang dimaksud di sini tentu saja kerja menurut arti yang pertama, yaitu kerja yang merupakan aktivitas sengaja, bermotif dan bertujuan. Pengertian kerja biasanya terikat dengan penghasilan atau upaya memperoleh hasil, baik bersifat materiil atau nonmateriil.
Etos Kerja, menurut Mochtar Buchori dapat diartikan sebagai sikap dan pandangan terhadap kerja, kebiasaan kerja; ciri-ciri atau sifat-sifat mengenai cara kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok manusia atau suatu bangsa. Ia juga menjelaskan bahwa etos kerja merupakan bagian dari tata nilai individualnya. Demikian pula etos kerja suatu kelompok masyarakat atau bangsa, ia merupakan bagian darai tata nilai yang ada pada masyarakat atau bangsa itu. Jadi dapat kita tangkap maksud yang berujung pada pemahaman bahwa etos kerja merupakan karakter dan kebiasaan berkenaan dengan kerja yang terpancar dari sikap hidup manusia yang mendasar terhadapnya. Dan dapat kita mengerti bahwa timbulnya kerja dalam konteks ini adalah karena termotivasi oleh sikap hidup mendasar itu. Etos kerja dapat berada pada individu dan masyarakat.
2. Terbentuknya
Etos Kerja
Salah satu karakteristik
yang melekat pada etos kerja manusia, ia merupakan pancaran dari sikap hidup
mendasar pemiliknya terhadap kerja. Menurut Sardar, nilai-nilai
adalah serupa dengan konsep dan cita-cita yang menggerakkan perilaku
individu dan masyarakat Seirama dengan itu Nuwair juga menegaskan bahwa
manusia adalah makhluk yang diarahkan dan terpengaruh oleh keyakinan yang
mengikatnya. Salah atau benar, keyakinan tersebut niscaya mewarnai perilaku
orang bersangkutan. Dalam konteks ini selain dorongan kebutuhan, dan
aktualisasi diri, nilai-nilai yang dianut, keyakinan atau ajaran agama tentu
dapat pula menjadi sesuatu yang berperan dalam proses terbentuknya sikap hidup
mendasar ini. Berarti kemunculan etos kerja manusia didorong oleh sikap
hidup sebagai tersebut di atas baik disertai kesadaran yang mantap maupun
kurang mantap. Sikap hidup yang mendasar itu menjadi sumber motivasi yang
membentuk karakter, kebiasaan atau budaya kerja tertentu.
Dikarenakan latar belakang keyakinan dan motivasi berlainan, maka cara terbentuknya etos kerja yang tidak bersangkut paut dengan agama (non agama) dengan sendirinya mengandung perbedaan dengan cara terbentuknya etos kerja yang berbasis ajaran agama, dalam hal ini etos kerja islami. Tentang bagaimana etos kerja dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, kenyataannya bukan sesuatu yang mudah. Sebab, realitas kehidupan manusia bersifat dinamis, majemuk, berubah-ubah, dan antara satu orang dengan lainnya punya latar belakang, kondisi sosial dan lingkungan yang berbeda. Perubahan sosial-ekonomi seseorang dalam hal ini juga dapat mempengaruhi etos kerjanya. Di samping terpengaruh oleh faktor ekstern yang amat beraneka ragam, meliputi faktor fisik, lingkungan, pendidikan dan latihan, ekonomi dan imbalan, ternyata ia juga sangat dipengaruhi oleh faktor intern bersifat psikis yang begitu dinamis dan sebagian di antaranya merupakan dorongan alamiah seperti basic needs dengan berbagai hambatannya. Ringkasnya, etos kerja seseorang tidak terbentuk oleh hanya satu dua variabel. Proses terbentuknya etos kerja (termasuk etos kerja islami), seiring dengan kompleksitas manusia yang bersifat kodrati, melibatkan kondisi, prakondisi dan faktor-faktor yang banyak: fisik biologis, mental-psikis, sosio kultural dan mungkin spiritual transendental. Jadi, etos kerja bersifat kompleks serta dinamis.
Untuk memberikan keterangan lebih jelas bagaimana etos kerja manusia terbentuk, baik yang tanpa keterlibatan agama maupun yang bersifat islami secara sederhana (tanpa menyertakan faktor-faktor yang mempengaruhi) dapat digambarkan sebagai berikut :
Akal dan/atau pandangan
hidup/nilai-nilai yang diyakini --> Sikap hidup mendasar terhadap kerja
--> Etos Kerja
Contoh 1. Paradigma
terbentuknya etos non-agama (tanpa keterlibatan agama). Etos kerja di sini
terpancar dari sikap hidup mendasar terhadap kerja. Sikap hidup mendasar itu
terbentuk oleh pemahaman akal dan/atau pandangan hidup atau nilai-nilai yang
dianut (di luar nilai-nilai agama)
Wahyu akal --> Sistem keimanan/aqidah
Islam berkenaan dengan kerja --> Etos Kerja islami
Contoh 2. Paradigma
terbentuknya etos kerja islami. Etos kerja islami terpancar dari sistem
keimanan/aqidah Islam berkenaan dengan kerja. Aqidah itu terbentuk oleh ajaran
wahyu dan akal yang bekerjasama secara proporsional menurut fungsi
masing-masing
Dua gambar di atas menerangkan bagaimana etos kerja non agama (contoh 1) dan etos kerja islami (contoh 2) terbentuk secara garis besar tanpa menyertakan persoalan atau faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, seperti yang mendorong, menghambat atau menggagalkannya. Ternyata etos kerja itu bukan sesuatu yang didominasi oleh urusan fisik lahiriah. Etos kerja merupakan buah atau pancaran dari dinamika kejiwaan pemiliknya atau sikap batin orang itu. Membayangkan etos kerja tinggi tanpa kondisi psikologis yang mendorongnya mirip dengan membayangkan etos kerja robot atau makhluk tanpa jiwa. Dalam konteks ini, tentu bukan etos kerja demikian yang dikehendaki. Lebih dari itu perlu dijadikan catatan penting bahwa manusia adalah makhluk biologis, sosial, intelektual, spiritual dan pencari Tuhan. Ia berjiwa dinamis. Oleh karena itu, manusia dalam hidupnya termasuk dalam kehidupan kerjanya sering mengalami kesukaran untuk membebaskan diri dari pengaruh faktor-faktor tertentu, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Yang bersifat internal timbul dari faktor psikis misalnya dari dorongan kebutuhan, frustrasi, suka atau tidak suka, persepsi, emosi, kemalasan, dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat eksternal, datangnya dari luar seperti faktor fisik, lingkungan alam, pergaulan, budaya, pendidikan, pengalaman dan latihan, keadaan politik, ekonomi, imbalan kerja, serta janji dan ancaman yang bersumber dari ajaran agama. Kesehatan pun memainkan peranan amat penting.
3. Indikasi-Indikasi
Orang Beretos Kerja Tinggi
Gunnar Myrdal dalam bukunya Asian
Drama mengemukakan tiga belas sikap yang menandai etos kerja tinggi pada
seseorang : 1. efisien; 2. rajin; 3. teratur; 4. disiplin/tepat waktu; 5.
hemat; 6. jujur dan teliti; 7. rasional dalam mengambil keputusan dan tindakan;
8. bersedia menerima perubahan; 9. gesit dalam memanfaatkan kesempatan; 10.
energik; 11. ketulusan dan percaya diri; 12. mampu bekerjasama; dan 13.
mempunyai visi yang jauh ke depan. Menurut Sarsono, Konfusianisme berkenaan
dengan orang yang aktif bekerja mempunyai ciri-ciri : (1) etos kerja dan
disiplin pribadi; (2) kesadaran terhadap hierarki dan ketaatan; (3) penghargaan
pada keahlian; (4) hubungan keluarga yang kuat; (5) hemat dan hidup sederhana;
dan (6) kesediaan menyesuaikan diri. Perbandingan orientasi kerja antara
orang Cina perantauan dengan orang Amerika sebagai berikut: Cina perantauan
memiliki peringkat kerja: (1) kerja keras; (2) belajar; (3) kejujuran; (4)
disiplin diri; dan (5) kemandirian. Sedangkan nilai kerja orang Amerika adalah:
(1) kemandirian; (2) kerja keras; (3) prestasi; (4) kerjasama; dan (5)
kejujuran.
Bangsa Jepang di kawasan Asia khususnya, relatif dikenal mempunyai keunggulan dalam hal etos kerja. Etos kerja mereka ditandai ciri-ciri: 1. suka bekerja keras; 2. terampil dan ahli dibidangnya; 3. disiplin dalam bekerja; 4. tekun, cermat dan teliti; 5. memegang teguh kepercayaan dan jujur; 6. penuh tanggung jawab; 7. mengutamakan kerja kelompok, 8. menghargai dan menghormati senioritas; dan 9. mempunyai semangat patriotisme tinggi. Mokodompit juga mengutip pendapat Paul Charlap. Yakni, agar seseorang sukses dalam bekerja harus didukung oleh etos kerja yang indikasi-indikasinya: 1. bekerja keras, 2. bekerja dengan arif bijaksana, 3. antusias, sangat bergairah dalam bekerja, dan 4. bersedia memberikan pelayanan. Majalah Fortune di Amerika Serikat menyebutkan enam persyaratan untuk memperoleh kesuksesan kerja sebagai eksekutif:
Mempunyai prakarsa, bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan tugas kepemimpinan yang dipercayakan;
Mempunyai pengetahuan dan
keterampilan kerja di bidangnya secara memadai;
Dapat dipercaya dan
berusaha menyelesaikan pekerjaan dengan sungguh-sungguh;
Mempunyai kecakapan dalam
berhubungan dengan orang lain;
Tidak mudah menyerah; dan
Mempunyai kualitas
pribadi dan kebiasaan kerja yang baik.
Idealisasi kualitas manusia Indonesia sesuai dengan dinamika budaya bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, I, terwujud dalam sikap perilaku, ungkapan bahasa dalam komunikasi sosial, berbudi pekerti luhur, jujur, adil, dapat 1, dipercaya; 2. berkepribadian, tangguh, dan mandiri; 3. bekerja keras; 4. berdisiplin; 5. bertanggung jawab; 6. cerdas, arif bijaksana; 7. terampil dalam bekerja; 8. sehat jasmani dan rohani; dan 9. mempunyai kesadaran patriotisme tinggi.
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, Indikasi-indikasi etos kerja secara universal kiranya cukup menggambarkan etos kerja yang baik pada manusia, bersumber dari kualitas diri, diwujudkan berdasarkan tata nilai sebagai etos kerja yang diaktualisasikan dalam aktivitas kerja. Dan sehat jasmani serta mental juga menjadi hal penting pada orang yang bersangkutan yang memiliki modal kepribadian yang mendukung etos kerja tinggi.
4. Etos
Kerja Islami (Telaah Psikologi)
Bahwasannya kepribadian
terdiri dari sistem-sistem psiko-fisik. Kehidapan manusia kalau diibaratkan
sebagai perjalanan, jasmani memang laksana kendaraan. Perjalanan bisa sangat
terganggu bila kendaraan tidak normal dan sering rusak. Kesehatan jasmani
adalah perpaduan yang serasi antara bermacam-macam fungsi jasmani, disertai
kemampuan menghadapi kesukaran-kesukaran biasa yang dijumpai dalam lingkungan,
di samping secara positif merasa gesit, kuat, dan bersemangat. Sedangkan
kesehatan mental ialah perpaduan atau integrasi yang serasi antara
fungsi-fungsi jiwa ringan yang biasa terjadi pada manusia umumnya, di samping
secara positif dapat menikmati kebahagiaan dan menyadari kemampuan.
Dari sejumlah pendapat dan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan, indikasi-indikasi orang beretos kerja tinggi pada umumnya meliputi sifat-sifat:
Aktif dan suka bekerja
keras;
Bersemangat dan hemat;
Tekun dan profesional;
Efisien dan kreatif;
Jujur, disiplin, dan
bertanggung jawab;
Mandiri;
Rasional serta mempunyai
visi yang jauh ke depan;
Percaya diri namun mampu
bekerjasama dengan orang lain;
Sederhana, tabah dan
ulet;
Sehat Jasmani dan rohani;
5. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Faktor-faktor yang
potensial mempengaruhi proses terbentuknya etos kerja selain banyak, tidak
jarang dilatarbelakangi oleh kausalitas plural yang kompleks hingga memunculkan
berbagai kemungkinan. Maka, tidak aneh kalau sejumlah pakar lalu menampilkan
teori bertolak dari tinjauan tertentu yang berbeda antara satu dengan lainnya.
Dapat ditambahkan kiranya teori iklim yang dikemukakan oleh sejumlah pakar ilmu
sosial. Mereka berpendapat iklim berpengaruh terhadap etos kerja penduduk.
Negara yang berlokasi di daerah subtropik mempunyai iklim yang merangsang
warganya untuk bekerja lebih giat. Sebaliknya negara-negara yang terletak di
sekitar khatulistiwa, karena iklimnya panas, menyebabkan warga negaranya kurang
giat bekerja dan lebih cepat lelah. David C. McClelland menyatakan teori ini
mengandung banyak kelemahan. Teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa
negara-negara yang iklimnya relatif tidak berbeda, ternyata pertumbuhan
ekonominya berbeda. Kalau kita analisis lebih cermat, pendapat Miller dan
Form, mungkin mengandung kebenaran meskipun tidak seluruhnya. Apa yang dikemukakan
oleh McClelland juga serupa itu. Karena faktor-faktor yang melatarbelakangi
manusia giat bekerja atau sebaliknya, hakikatnya tidak terbatas pada hanya
satu, dua, atau tiga faktor. Demikian pula berkenaan dengan teori-teori lain
yang menonjolkan faktor ras, penyebaran budaya, dan
sebagainya Masing-masing tidak ada yang menjadi satu-satunya faktor
penyebab, tetapi sangat mungkin masing-masing ikut memberikan pengaruh dan ikut
berperan dalam terbentuknya etos kerja.
MAKALAH LAINNYA :
DEMOKRASI TEORI dan PRAKTIK
PENGERTIAN, PEMBAGIAN DAN TUJUAN SYARI’AT ISLAM
KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIST
NASIONALISME MANTAN KOMBATAN GAM
TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH / KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH
LIHAT LEBIH BANYAK LAGI
MAKALAH LAINNYA :
DEMOKRASI TEORI dan PRAKTIK
PENGERTIAN, PEMBAGIAN DAN TUJUAN SYARI’AT ISLAM
KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIST
NASIONALISME MANTAN KOMBATAN GAM
TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH / KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH
LIHAT LEBIH BANYAK LAGI
Manusia memang makhluk
yang sangat kompleks. Ia memiliki rasa suka, benci, marah, gembira, sedih,
berani, takut, dan lain-lain. Ia juga mempunyai kebutuhan, kemauan, cita-cita,
dan angan-angan. Manusia mempunyai dorongan hidup tertentu, pikiran dan
pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan sikap dan pendirian. Selain itu, ia
mempunyai lingkungan pergaulan di rumah atau tempat kerjanya. Realitas
sebagaimana tersebut di atas tentu mempengaruhi dinamika kerjanya secara
langsung atau tidak. Sebagai misal rasa benci yang terdapat pada seorang pekerja,
ketidak cocokan terhadap atasan atau teman satu tim, keadaan seperti itu sangat
mungkin untuk menimbulkan dampak negatif pada semangat, konsentrasi, dan
stabilitas kerja orang bersangkutan. Sebaliknya, rasa suka pada pekerjaan,
kehidupan keluarga yang harmonis, keadaan sosio-kultural, sosial ekonomi dan
kesehatan yang baik, akan sangat mendukung kegairahan dan aktivitas kerja.
Orang yang bekerja sesuai dengan bidang dan cita-cita dibandingkan dengan orang
yang bekerja di luar bidang dan diluar kehendak mereka, niscaya tidak sama
dalam antusias dan ketekunan kerja masing-masing. Sejumlah pakar psikologi
menyatakan, perilaku adalah interaksi antara faktor kepribadian manusia dengan
faktor2 yang ada di luar dirinya (faktor lingkungan). Motivasi yang berperan
dalam proses terbentuknya etos kerja ternyata tidak tunggal, melainkan lebih
dari satu bahkan bisa banyak dan saling berinteraksi antara satu dengan
lainnya. Jadi, ia bersifat kompleks dan dinamis.
Sedangkan faktor-faktor yang dapat berpengaruh dalam proses itu jelas tidak sedikit meliputi faktor dalam dan faktor luar. Sistem pemahaman keimanan atau aqidah islami juga termasuk menjadi landasan yang sangat penting.
a.
Masalah Interpretasi
Kurang atau tidak adanya kerjasama proporsional antara wahyu dengan akal berkaitan dengan interpretasi, pada gilirannya dapat melahirkan pasangan-pasangan pilihan yang berlawanan. Misalnya, cara pemahaman tekstual dan kontekstual, jalan Ilahi dan jalan keduniaan, pilihan antara idealis dan realis, dan lain sebagainya. Pada gilirannya cara demikian menghasilkan pemahaman yang bersifat parsial atau saling berhubungan.
6. Tujuan
Kerja dalam Wawasan Islam
Adapun tujuan kerja dalam
Islam yaitu :
1. Mencukupi kebutuhan
hidup diri dan keluarga
Kebutuhan hidup diri dan keluarga yang sudah tercukupi dengan baik dengan begitu akan mengurangi dorongan untuk meminta-minta atau dorongan untuk melakukan hal-hal yang dapat menjerumuskan diri pada tindakan tidak terpuji.
2. Untuk memberikan kemaslahatan atau kesejahteraan bagi masyarakat luas, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau pada tujuan pertama mungkin seseorang mudah mengatasi hasil kerja itu tidak sebatas untuk kebutuhan diri dan keluarga, tapi harus ada yang digunakan untuk mengembangkan kemaslahatan umum.
3. Untuk meningkatkan
mutu pengabdian dan keta’atan kepada Allah SWT
Dalam bahasa sederhana
bisa juga disebut meningkatkan kualitas ibadah. Misalnya bekerja agar bisa
menunaikan ibadah haji, shadaqah, menjadi donatur pembangunan mesjid, dan cara
lain.
Kerja dan Martabat Hidup
Dari pembahasan diatas,
ajaran Islam mengapresiasikan bahwa untuk menjadi muslim yang baik. Standar
umumnya adalah mempunyai pekerjaan. Tuhan menyukai hamba yang memiliki
pekerjaan. Ini merupakan tema penting yang patut dipikirkan dalam mempersiapkan
generasi muda dimasa mendatang. Kerja merupakan suatu kegiatan yang mulia.
Nilai – Nilai
Ibadah Dalam Kerja
Ada dua syarat yang dapat
dijadikan ukuran bekerja dengan benar dalam Islam.
1. Benar dari aspek
niatnya
Niat menentukan amal atau
kerja seseorang. Niat itu berfungsi untuk mengukur dan meletakkan apakah suatu
pekerjaan itu benar atau tidak.
2. Benar dari aspek
pelaksanaannya
Dalam pandangan Islam ada
dua masalah yang perlu mendapat perhatian dalam melaksanakan pekerjaan, yaitu :
a.
Pekerjaan tersebut disebut “amalun masru” pekerjaan yang dapat dibenarkan oleh
syariat Islam. Meskipun dilakukan dengan ikhlas, tetapi pekerjaan itu mencuri
maka tidak dianggap benar menurut syara’.
b.
Pekerjaan itu tidak sampai mengganggu tugas. Tugas yang diwajibkan oleh Allah
seperti shalat dan puasa. Jika pekerjaan itu menjadikan seseorang lalai pada
tugas-tugas keagamaan atau berhubungan dengan Tuhan maka pekerjaan tersebut
tidak bisa dikatakan baik.
MAKALAH LAINNYA :
DEMOKRASI TEORI dan PRAKTIK
PENGERTIAN, PEMBAGIAN DAN TUJUAN SYARI’AT ISLAM
KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIST
NASIONALISME MANTAN KOMBATAN GAM
TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH / KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH
LIHAT LEBIH BANYAK LAGI
MAKALAH LAINNYA :
DEMOKRASI TEORI dan PRAKTIK
PENGERTIAN, PEMBAGIAN DAN TUJUAN SYARI’AT ISLAM
KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIST
NASIONALISME MANTAN KOMBATAN GAM
TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH / KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH
LIHAT LEBIH BANYAK LAGI
Daftar pustaka
Efendi, Rustam.
2008. Produksi Dalam Islam. Yogyakarta : Magistra Insania Press.
Hasan, M. Tholchan.
2000. Dinamika Kehidupan Religius. Jakarta : Listafariska Putra.
Abdul Aziz
El-Qussy, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa
Adams, Mulford, Lewis,
1965, Websters World University Dictionary, (Washington DC:
Publishers Company Inc)
Al-Ma’had al-Islamiy
lil-Fikril-Islamiy, 1986, Silsilah Islamiyyatil Ma’rif’ah,
Islamiyyatul ma’rifah al-Mabadi’ al-’Ammah, Khittatul-’Amal al-Injazat, (Washington
D.C: International Institute of Islamic Thought)
Ancok, Djamaludin,
1995, Nuansa Psikologi Pembangunan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Asy’arie, Musa, Islam,
etos Kerja
Atmosudirdjo, Prajudi,
1982, Pengambilan Keputusan, Cet. ke-6, (Jakarta: Ghalia Indah,)
Aziz, El-Qussy,Abdul,
1974, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental, Terj. Dr. Zakiah Daradjat,
(Jakarta: Bulan Bintang)
Buchori, Mochtar,
1994, Penelitian Pendidikan dan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta. IKIP Muhammadiyah Press,)
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka,)
Koentjoroningrat, 1980, Rintangan-rintangan
Mental dalam Pembangunan Ekoxwmi, (Jakarta: LIPI,)
Rahman, Fazlur,
1980, Major Themes of The Quran, (Chicago: Bibliotheca Islamica)
Sutrisno, 2008, Pendidikan
Islam Yang Menghidupkan, Cet. Ke-II, (Yogyakarta; Kota Kembang)
Sardar, Ziauddin,
1993, Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, terj. Rahmani Astuti,
(Bandung: Penerbit Mizan,)
Satar, Nuwair, Abdus,
1488 H, al-Waqt Huwal Hayat Dirasah Manhajiyyah lit Ifadah min Awqat il-’Umr, Cet. ke -3, (Qatar: Darus Saqafah,)
Sarsono, 1998 ,
Perbedaan Nilai Kerja Generasi Muda Terpelajar Jawa dan Cina”, Disertasi
Psikologi UGM, (Yogyakarta: Perpustakaan Fakultas Psikologi UGM,)
Eddy Agussalim Mokodompit, “Etos
Kerja”