DEMOKRASI
TEORI dan PRAKTIK
Oleh : YUSRIZAL,dkk
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN AR RANIRY BANDA ACEH
2016
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya serta kesempatan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam kami sanjungkan-sajikan kepangkuan alam nabi
besar Muhammad Saw. yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan kepada
alam yang berilmu pengetahuan, juga kepada keluarga beserta para sahabat
beliau.
Alhamdulillah
pada kesempatan yang berbahagia ini, kami telah dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “DEMOKRASI : TEORI DAN PRAKTIK”. Kami berterima kasih kepada
Bapak Rahmat Junaidi M.Pd selaku pembimbing mata kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan yang harus dan patut
untuk dipelajari.
Kami
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran
sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Sebelumnya,
kami mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan dan akhirnya kepada
Allah jualah semuanya kita kembalikan.
Sekapur Sirih
Hampir lima belas tahun Indonesia usi
reformasi di indonesia.sejak kelahirannya pada 1998 lalu gerakan Reformasi
sudah mengubah banyak hal tentang indonesia. Era transisi demokrasi sudah
dilewati. Kini Indonesia tengah mengisi era baru demokrasi. Namun dibalik
perubahan itu,demokrasi yangn di praktik di di negeri ini masih belum mampu
menunjukkan tanda-tanda meyakinkan dapat megubah masa depan indonesia
yang jauh lebih baik. Demokrasi belum memenuhi janjinya melahirkan
kesejahteraan dan keadaban bagi Indonesia yang majemuk dan kaya dalam banyak
hal antara lain jumlah penduduk,budaya,dan sumber daya alam.
Namun demikian,dengan adanya pemamparan
makalah kami semoga dapat membantu memberi pemahaman serta saran yang mendukung
untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang demoratis,sebagaimana yang kita
idam-idamkan sejak lama.
Akhirnya,semoga makalah kami dapat memberikan manfaat bagi
proses pembangunan demokrasi,HAM,dan masyarakat madani di Indonesia yang
sejalan dengan penguatan empat konsensus kebangsaan Indonesia: Pancasila,UUD
1945,Bhineka Tunggal Ika,dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Demokrasi: Teori
dan Praktik
Apa itu Demokrasi?
Secara
etimologis, kata demokrasi (dari bahasa Yunani) adalah bentukan dari dua kata demos (rakyat) dan cratein atau cratos
(kekuasaan dan kedaulatan). Perpaduan kata demos
dan cratein atau cratos membentuk kata demokrasi yang memiliki pengertian umum
sebagai sebuah bentuk pemerintahan rakyat di mana kekuasaan tertinggi terletak
di tangan rakyat dan dilakukan oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan yang
berlangsung oleh rakyat atau melalui mekanisme pemilihan yang berangsung secara
bebas. Secara substansial, demokrasi adalah –seperti yang pernah dikatakan oleh
Abraham Lincoln— sesuatu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.
Demokrasi
merupakan sebuah kumpulan ide dan prinsip tentang kebebasan, bahkan juga
mengandung sejumlah praktik dan prosedur menggapai kebebasan yang terbentuk
melalui perjalanan sejarah yang panjang dan berliku. Secara singkat, demokrasi
merupakan bentuk institusionalisasi dari kebebasan. Untuk melihat apakah suatu
pemerintahan dapat dikatakan demokratis atau tidak terletak pada sejauh mana
pemerintahan tersebut berjalan pada: prisnip konstitusi, hak asasi manusia, dan
persamaan warga negara di hadapan umum.
Menurut
Joseph A. Schmiter, demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk
mencapai keputusan politik di mana setiap individu memperoleh kekuasaan untuk
memutuskan cara perjuagan kompetitif atas suara rakyat. Sidney Hook
menyimpulkan bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana
keputusan-keputusan yang terpenting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari warga
negara dewasa.
Philipp
C. Schmitter mendefinisikan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan di mana
pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakannya di wilayah publik
oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetensi dan
kerja sama dengan wakil-wakil mereka. Henry B. Mayo menyimpulkan bahwa
demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menujukkan bahwa
kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil rakyat yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip-prinsip politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebebasan politik.
Dapat
disimpulkan bahwa hakikat demokrasi adalah sebuah proses bernegara yang
tertumpu pada peran utama rakyat sebagai pemegang tertinggi kedaulatan.
Pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan yang meliputi tiga hal, yaitu
sebagai berikut.
1.
Pemerintahan dari rakyat
mengandung pengertian bahwa suatu pmerintahan yang sah adalah suatu
pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui
mekanisme demokrasi, pemilihan umum.
2.
Pemerintahan oleh rakyat memiliki
pengertian bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat,
bukan atas dorongan pribadi elit negara negara atau elit birokrasi. Selain
pengertian ini, unsur ini megandung pengertian bahwa dalam menjalankan
kekuasaannya, pemerintah berada dalam pengawasan rakyat.
3.
Pemerintahan untuk rakyat mengandung
pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus
dijalankan untuk kepentingan rakyat.
Norma dan Pilar Demokrasi
Setidaknya
ada enam norma atau unsur pokok yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang
demokratis.
1.
Kesadaran akan pluralisme.
Kesadaran akan kemajemukan tidak sekedar pengakuan pasif akan kenyataan
masyarakat yang majemuk. Kesadaran atas kemajemukan menghendaki tanggapan dan
sikap positif terhadap kemajemukan itu sendiri secara pasif. Jika norma ini dijalankan
secara sadar dan konsekuen diharapkan dapat mencegah munculnya sikap pandangan
hegemoni mayoritas dan tirani minoritas.
2.
Musyawarah. Makna dan semangat
musyawarah ialah mengharuskan adanya keinsafan dan kedewasaan warga negara
untuk secara tulus menerima kemungkinan untuk melakukan negosiasi dan
kompromi-kompromi sosial dan politik secara damai dan bebas dalam setiap
keputusan bersama. Konsekuensi dari prinsip ini adalah kesediaan setiap orang
maupun kelompok untuk menerima pandangan yang berbeda dari orang atau kelompok
lain dalam bentuk-bentuk kompromi melalui jalan musyawarah yang berjalan secara
seimbang dan aman.
3.
Cara haruslah sejalan dengan
tujuan. Norma ini menekankan bahwa hidup demokratis mewajibkan adanya keyakinan
bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan. Demokrasi pada hakikatnya tidak
hanya sebatas pelaksanaan prosedur-prosedur demokrasi, tetapi harus dilakukan
secara santun dan beradab.
4.
Norma kejujuran dalam
pemufakatan. Suasana masyarakat demokrasi dituntut untuk menguasai dan
menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat untuk mencapai
kesepakatan yang memberi keuntungan semua pihak. Musyawarah yang benar dan baik
hanya akan berlangsung jika masing-masing pribadi atau kelompok memiliki
pandangan positif terhadap perbedaan pendapat dan orang lain.
5.
Kebebasan nurani, persamaan hak
dan kewajiban. Pengakuan akan kebebasan nurani, persamaan hak dan kewajiban
bagi semua merupakan norma demokrasi yang harus diintegrasikan dengan sikap
percaya pada iktikad baik orang dan kelompok lain.
6.
Trial
and error
dalam berdemokrasi. Demokrasi bukanlah sesuatu yang telah selesai dan siap
saji, tetapi ia merupakan sebuah proses tanpa henti.
Pakar politik J.
Kristiadi menyebutkan sepuluh pilar demokrasi sebagai berikut.
1.
Kedaulatan rakyat.
2.
Pemerintahan berdasarkan
persetujuan yang diperintah.
3.
Kekuasaan mayoritas (hasil
pemilu).
4.
Jaminan hak-hak minoritas.
5.
Jaminan hak-hak asasi manusia.
6.
Persamaan di depan hukum.
7.
Proses hukum yang berkeadilan.
8.
Pembatas kekuasaan pemerintah
melalui konstitusi.
9.
Pluralisme sosial, ekonomi dan
politik.
10. Dikembangnya
nilai-nilai toleransi, pragmatism, kerja sama dan mufakat.
Sekilas Sejarah Demokrasi
Demokrasi
yang dipraktikkan pada abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M terbentuk demokrasi
langsung, yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara
langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas. Demokrasi
langsung tersebut berjalan secara efektif karena negara kota Yunani kuno
merupakan sebuah kawasan politik yang kecil, sebuah wilayah dengan jumlah penduduk
tidak lebih dari 300.000 orang.
Demokrasi
Yunani kuno berakhir pada Abad Pertengahan. Pada masa ini masyarakat Yunani
berubah menjadi masyarakat feudal yang ditandai oleh kehidupan keagamaan
terpusat pada Paus dan pejabat agama dengan kehidupan politik yang diwarnai
dengan perebutan kekuasaan di kalangan para bangsawan.
Demokrasi
tumbuh kembali di Eropa menjelang akhir Abad Pertengahan, ditandai oleh
lahirnya Magna Charta (Piagam Besar)
di Inggris. Magna Charta adalah suatu
piagam yang memuat perjanjian antara kaum bangsawan dan Raja John. Terdapat dua
hal yang sangat mendasar pada piagam ini: pertama,
adanya pembatasan kekuasaan raja; kedua,
hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja.
Momentum
lainnya yang menandai kemunculan kembali demokrasi di Eropa adalah gerakan
pencerahan (renaissance) dan
reformasi. Renaissance merupakan
gerakan yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani kuno.
Philip K. Hitti menyatakan bahwa gerakan pencerahan di Barat merupakan buah
dari kontak Eropa dengan dunia Islam yang ketika itu sedang berada pada puncak
kejayaan peradaban dan ilmu pengetahuan. Pemuliaan ilmuwan Muslim terhadap
kemampuan akal ternyata telah berpengaruh pada bangkitnya kembali tuntutan
demokrasi di masyarakat Barat.
Gerakan
reformasi merupakan penyebab lain kembalinya tradisi demokrasi di Barat,
setelah sempat tenggelam pada Abad Pertengahan. Gerakan demokrasi adalah
gerakan revolusi agama di Eropa pada abad ke-16. Tujuan dari gerakan ini
merupakan gerakan kritis terhadap kebekuan doktrin gereja. Selanjutnya, gerakan
reformasi ini dikenal dengan gerakan Protestanisme Amerika. Gerakan ini
dimotori oleh Martin Luther King yang menyerukan kebebasan berpikir dan
bertindak. Salah satu asas dalam prinsip hukum alam itu adalah pandangan bahwa
dunia ini dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam yang mengandung
prinsip-prinsip keadilan yang universal, berlaku untuk semua waktu dan semua
orang, baik raja, bangsawan, maupun rakyat jelata. Unsur universitalitas hukum
alam pada akhirnya mempengaruhi kehidupan politik di Eropa. Politik didasarkan
pada perjanjian yang mengikat kedua belah pihak.
Lahirnya istilah kontrak sosial
antara yang berkuasa dan yang dikuasai tidak lepas dari dua filsuf Eropa, John
Locke (Inggris) dan Montesquieu (Pernacis). Pemikiran keduanya telah
berpengaruh pada ide dan gagasan pemerintah demokrasi. Menurut Locke
(1632-1704), hak-hak politik rakyat mencakup hak atas hidup, kebebasan dan hak
kepemilikan, sedangkan menurut Montesquieu (1689-1744), sistem pokok yang dapat
menjamin hak-hak politik tersebut adalah melalui prinsip trias politica. Trias
politica adalah suatu sistem pemisahan kekuasaan dalam negara menjadi tiga
bentuk kekuasaan: legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia
Sejarah
demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat periode: periode 1945-1959,
periode 1959-1965, periode 1965-1998, dan periode pasca-Orde Baru.
1.
Periode 1945-1965
Demokrasi pada
masa ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Parlementer. Namun, dianggap kurang
cocok untuk Indonesia. Lemahnya budaya demokrasi untuk mempraktikkan demokrasi
model Barat ini telah memberi peluang sangat besar kepada partai-partai politik
untuk mendominasi kehidupan sosial-politik.
Akibatnya, pemerintahan
yang berbasis pada koalisi politik pada masa ini jarang dapat bertahan lama.
hal ini mengakibatkan destabilisasi politik nasional yang mengancam integrasi
nasional yang sedang dibangun.
Faktor-faktor
dia atas ditambah dengan kegagalan partai-partai dalam Majelis Konstituante
untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk undang-undang dasar baru,
mendorong Presiden Soekarno untuk mngeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5
Juli 1959, yang menegaskan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dengan
demikian, masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir, digantikan
oleh Demokrasi Terpimpin yang memosisikan Presiden Soekarno menjadi pusat
kekuasaan negara.
2.
Periode 1959-1965
Periode ini
dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin. Ciri-ciri demokrasi ini adalah
dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis dan peranan
tentara (ABRI) dalam panggung politik nasional. Hal ini disebabkan oleh
lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan keluar
dari kebuntuan politik melalui pembentukkan kepemimpina persoalan yang kuat.
UUD 1945 memberi peluang seorang presiden untuk memimpin pemerintahan selama
lima tahun, ketetapan MPRS No. III/1963 mengangkat Ir. Soekarno sebagai
presiden seumur hidup. Lahirnya ketetapan MPRS ini secara otomatis telah
membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945.
Ini terbukti
melahirkan tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari ketentuan Undang-Undang
Dasar 1945. Pada tahun 1960 Presiden Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan
Rakyat hasil pemilihan umum, padahal dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945
secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk
berbuat demikian. Sejak diberlakukan Dekrit Presiden 1959 telah terjadi
penyimpangan konstitusi oleh Presiden Soekarno.
Dalam pandangan
Ahmad Syafi’I Ma’arif, Demmokrasi Terpimpin sebenarnya ingin menempatkan
Presiden Soekarno ibarat seorang ayah dalam sebuah keluarga besar dengan
kekuasaan terpusat berada di tangannya. Kekeliruan sangat besar dalam Demokrasi
Terpimpin adalah pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi, yakni lahirnya
absolutisme dan terpusatnya kekuasaan pada diri pemimpin, dan pada saat yang
sama hilangnya kontrol sosial dan check
and balance dari legislatif terhadap
eksekutif.
Peran politik
Partai Komunis Indonesia (PKI) sangatlah menonjol. Dalam Dekrit Presiden 5 Juli
menegaskan bahwa didirikan banyak badan ekstra konstitusional seperti Front
Nasional yang digunakan oleh PKI sebagai wadah kegiatan politik.
Akhir dari
sistem Demokrasi Terpimpin Soekarno yang berakibat pada perseteruan politik
ideologis antara PKI dan TNI adalah peristiwa berdarah yang dikenal dengan
Gerakan 30 September 1965.
3.
Periode 1965-1998
Periode
ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan Orde Barunya. Orde
Baru, sebagaimana dinyatakan oleh pendukungnya, adalah upaya untuk meluruskan
kembali penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang terjadi dalam masa
Demokrasi Terpimpin. Kebijakan pemerintah sebelumnya yang menetapkan masa
jabatan persiden seumur hidup untuk Presiden Soekarno telah dihapuskan, diganti
dan dipilih kembali melalui proses pemilu.
Demokrasi
Pancasila menawarkan tiga komponen demokrasi. Pertama, demokrasi dalam bidang politik pada hakikatnya adalah
menegakkan kembali asas-asas negara hukum dan kepastian hukum. Kedua, demokrasi dalam bidang ekonomi
pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara. Ketiga, demokrasi dalam bidang hukum
pada hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas yang
tidak memihak.
Demokrasi
Pancasila dikampanyekan oleh Orde Baru baru sebatas retorika politik belaka.
Penguasa Orde Baru bertindak jauh dari prinsip-prinsip demokrasi. M. Rusli
Karim menyatakan ketidakdemokratisan penguasa Orde Baru ditandai oleh:
1.
Dominannya peranan militer
(ABRI).
2.
Birokratisasi dan sentralisasi
pengambilan keputusan politik.
3.
Pengebirian peran dan fungsi
partai politik.
4.
Campur tangan pemerintah dalam berbagai
urusan partai politik dan publik.
5.
Politik masa mengambang.
6.
Monolitisasi ideology negara.
7.
Inkorporasi lembaga
nonpemerintah.
4.
Periode Pasca-Orde Baru
Periode pasca-Orde Baru sering disebut
dengan era Reformasi. Periode ini erat hubungannya dengan gerakan reformasi
rakyat yang menuntut pelaksanaan dengan demokrasi dan HAM secara konsekuen.
Tuntutan ini ditandai oleh lengsernya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan
Orde Baru pada Mei 1998, setelah lebih tiga puluh tahun berkuasa dengan
Demokrasi Pancasilanya.
Pengalaman pahit yang menimpa
Pancasila, yang pada dasarnya sangat berbuka, inklusif, dan penuh nuansa HAM,
berdampak pada keengganan kalangan tokoh reformasi untuk menambahkan atribut
tertentu pada kata demokrasi. Demokrasi yang hendak dikembangkan setelah
kejatuhan rezim Orde Baru adalah demokrasi tanpa nama atau demokrasi tanpa
embel-embel di mana hak rakyat merupakan komponen inti dalam mekanisme dan
pelaksanaan pemerintahan yang demokratis.
Unsur-unsur Pendukung Tegaknya
Demokrasi
Beberapa unsur-unsur penting
penompang tegaknya demokrasi antara lain: 1. Negara hukum, 2. Masyarakat
Madani, 3. Aliansi kelompok strategis.
1. Negara Hukum (Rechstaat atau The Rule of
Law)
Negara
hukum memiliki pengertian bahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga
negara melalui perlembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta
penjaminan Hak Asasi Manusia (HAM). Secara garis besar, negara hukum adalah
sebuah negara dengan gabungan kedua konsep rechstaat
dan the rule of law. Konsep rechstaat memiliki ciri-ciri, yaitu : 1.
Adanya perlindungan terhadap HAM; 2. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan
pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan HAM; 3. Pemerintahan
berdasarkan peraturan; dan 4. Adanya perlindungan HAM. Adapun konsep the rule of law yang dicirikan oleh
adanya: 1. Supremasi aturan-aturan hukum; 2. Kesamaan kedudukan di depan hukum;
dan 3. Jaminan perlindungan HAM.
Moh.
Mahfud M.D. menyatakan bahwa ciri-ciri negara hukum adalah sebagai berikut.
a.
Adanya perlindungan
konstitusional, yang artinya selain menjamin hak-hak individu, konstitusi harus
pula menentukan cara procedural untuk memperoleh atas hak-hak yang dijamin.
b.
Adanya badan kehakiman yang bebas
dan tidak memihak.
c.
Adanya pemilu yang bebas.
d.
Adanya kebebasan menyatakan
pendapat.
e.
Adanya kebebasan berserikat dan
beroposisi.
f.
Adanya pendidikan
kewarganegaraan.
Istilah
negara hukum dalam penjelasan UUD 1945 berbunyi: “Indonesia ialah negara yang
berdasar atas hukum dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka.”
2. Masyarakat Madani
Masyarakat
madani adalah masyarakat dengan ciri-cirinya yang terbuka, egaliter, bebas dari
dominasi, dan tekanan negara. Masyarakat madani merupakan elemen yang sangat
signifikan dalam membangun demokrasi. Posisi penting masyarakat madani adalah
adanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh negara atau pemerintah.
Dalam
praktiknya, masyarakat madani dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai
mitra kerja lembaga-lembaga negara maupun melakukan fungsi kontrol terhadap
kebijakan pemerintah. Masyarakat madani sebagaimana negara menjadi sangat
penting keberadaannya dalam mewujudkan demokrasi. Masyarakat madani dapat
tumpuan sebagai komponen penyeimbang kekuatan negara yang memiliki kecendrungan
koruptif.
3. Aliansi Kelompok Strategis
Aliansi
kelompok strategis terdiri dari partai politik, kelompok gerakan dan kelompok
penekan atau kelompok kepentingan termasuk di dalamnya pers yang bebas dan
bertanggung jawab. Adapun kelompok gerakan yang diperankan oleh organisasi
masyarakat seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam
(Persis), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Kristen
Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) dan
organisasi masyarakat lainnya.
Sejenis
dengan kelompok ini adalah kelompok penekan atau kelompok kepentingan. Kelompok
ketiga ini adalah sekelompok orang dalam sebuah wadah organisasi yang
didasarkan pada criteria keahlian sepeti Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
Asosiasi Ilmuwan Politik Indonesia (AIPI), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia
(HIPMI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), dan sebagainya. Bersamaan
dengan kelompok politik, kedua kelompok dua terakhir ini dapat saling bekerja
sama dengan kelompok lainnya untuk melakukan opsisi terhadap pemerintah
manakala ia berjalan tidak demokratis.
bingung, karena tugas kuliah ? atau makalah besok deathline ? Disini aja !!!!!!
Parameter Tatanan Kehidupan
Demokratis
Suatu pemerintahan dikatakan
demokratis bila dalam mekanisme penyelenggaraannya melaksanakan prinsip-prinsip
demokrasi. Prinsip-prinsip dasar demokrasi itu adalah persamaan, kebebasan, dan
pluralisme. Robert A. Dahl menyatakan bahwa terdapat tujuh prinsip yang harus
ada dalam sistem demokrasi, yaitu kontrol atas keputusan pemerintah, pemilihan
umum yang jujur, hak memilih dan dipilih, kebebasan menyatakan pendapat tanpa
ancaman, kebebasan mengakses informasi, kebebasan berserikat.
Sedikitnya tiga aspek dapat
dijadikan landasan untuk mengukur sejauh mana demokrasi itu berjalan dalam
suatu negara. Ketiga aspek tersebut antara lain:
1.
Pemilihan umum sebagai proses
pembentukan pemerintah.
2.
Susunan kekuasaan negara, yakni
kekuasaan negara dijalankan secara distributif untuk menghindari penumpukan
kekuasaam dalam satu tangan atau satu wilayah.
3.
Kontrol rakyat, yaitu suatu
relasi kuasa yang berjalan secara simetris, memiliki sambungan yang jelas, dan
adanya mekanisme yang memungkinkan kontrol dan keseimbangan terhadap kekuasaan
yang dijalankan eksekutif dan legislatif.
Parameter
demokrasi juga bisa diketahui melalui adanya unsur-unsur sebagai berikut.
a.
Hak dan kewajiban politik dapat
dinikmati dan dilaksanakan oleh warga negara berdasarkan prinsip-prinsip dasar
HAM yang menjamin adanya kebebasan, kemerdekaan, dan rasa merdeka.
b.
Penegakan hukum yang berasaskan
pada prinsip supremasi hukum, kesamaan di depan hukum, dan jaminan terhadap
HAM.
c.
Kesamaan hak dan kewajiban
anggota masyarakat.
d.
Kebebasan pers dan pers yang
bertanggung jawab.
e.
Pengakuan terhadap hak minoritas.
f.
Pembuatan kebijakan negara yang
berlandaskan pada pelayanan, pemberdayaan, dan pencerdasan.
g.
Sistem kerja yang kooperatif dan
kolaboratif
h.
Keseimbangan dan keharmonisan.
i.
Tentara yang professional sebagai
kekuatan pertahanan.
j.
Lembaga peradilan yang
independen.
Pemilihan Umum dan Partai Politik
dalam Sistem Demokrasi
1.
Pemilu Indonesia di Era Reformasi
Pemilihan
umum merupakan salah satu mekanisme demokrasi untuk menentukan pergantian
pemerintahan di mana rakyat dapat terlibat dalam proses pemilihan wakil mereka
di parlemen dan pemimpin nasional maupun daerah yang dilakukan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan aman. Sejak era Reformasi Pemilu 1999
merupakan pemilu pertama yang dilakukan dengan banyak partai politik. Sebanyak
48 partai politik menjadi kontestan Pemilu 1999 ini.
Perjalanan
reformasi Indonesia semakin menunjukkan kualitasnya pada pemilu 2004 yang
dilaksanakan secara serentak pada 5 April 2004. Rakyat tidak hanya terlibat
langsung dalam pemilihan wakil mereka yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), mereka dapat langsung memilih presiden dan wakil presiden. Putaran
pertama yang diselenggarakan pada 5 Juli 2004 yang memenangkan pasangan H.
Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla. Pasangan ini merupakan
presiden dan wakil presiden pertama Indonesia yang dipilih secara langsung oleh
rakyat di era reformasi.
Pemilu
2009 merupakan pemilihan umum ketiga di era Reformasi. Pemilu 2009 sejumlah 38
partai nasional dan 6 partai local dari daerah pemilihan Nanggroe Ace
Darussalam. Pada pemilu presiden dan wakil presiden ini mengantarkan H. Susilo
Bambang Yudhoyono dan Boediono menjadi pemenangnya. Lembaga yang terlibat dalam
pelaksanaan pemilu maupun pemilukada adalah lembaga pengawas dan pemantau
pemilu: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
2.
Partai Politik
Selain
sebagai struktur kelembagaan politik yang anggotanya bertujuan mendapatkan
kekuasaan dan kedudukan politik, partai politik adalah sebagai wadah bagi
penampungan asprirasi rakyat. Terkait dengan partai politik adalah sistem
kepartaian yang berbeda pada setiap negara:
ada sistem satu partai, sistem dwipartai dan banyak partai.
a.
Sistem
satu partai
Sistem
ini sama seperti tak ada partai politik, karena hanya ada satu partai untuk
menyalurkan aspirasi rakyat. Asiprasi rakyat kurang berkembang, segalanya
ditentukan oleh satu partai tanpa adanya partai lain, baik sebagai saingan
maupun sebagai mitra. Contohnya, Partai Fasis di Italia, Partai Komunis di Uni
Soviet, RRC dan Vietnam.
b.
Sistem
Dwipartai
Sistem
ini adalah sistem dua partai sebagai wadah penyalur aspirasi rakyat. Seperti di
Amerika Serikat, ada Partai Republik dan Partai Demokrat.
c.
Sistem
Banyak (Multi) Partai
Negara
yang menganut sistem multipartai antara lain Jerman, Perancis, Jepang,
Malaysia, dan Indonesia. Jika tidak ada partai yang meraih suara mayoritas,
maka dibentuk pemerintahan koalisi yang terdiri banyak partai politik.
Islam dan Demokrasi
Larry Diamond, Juan J. Linze, dan
Seymour Martin Lipset menyimpulkan bahwa dunia Islam tidak memiliki prospek untuk
menjadi demokratis serta tidak memiliki pengalaman demokrasi yang cukup andal.
Samuel P. Huntington meragukan Islam dapat berjalan dengan prinsip-prinsip
demokrasi yang secara kultural lahir di Barat. Setidaknya ada tiga pandangan
tentang Islam dan demokrasi.
Pertama,
Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Hubungan Islam dan
demokrasi bersifat saling menguntungkan secara eksekutif. Islam dipandang
sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi. Islam dan demokrasi
adalah dua hal yang berbeda, karena itu demokrasi sebagai konsep Barat tidak
tepat untuk dijadikan sebagai acuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Kedua,
Islam berbeda dengan demokrasi jika demokrasi didefinisikan secara prosedural
seperti dipahami dan dipraktikkan di negara-negara Barat. Islam merupakan
sistem politik demokratis jika demokrasi didefinisikan secara substantif, yakni
kedaulatan di tangan rakyat dan negara merupakan terjemahan dari kedaulatan
rakyat ini. Di antara tokoh dari kelompok ini adalah Al-Maududi dan Moh.
Natsir.
Ketiga,
Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik
demokrasi seperti yang dipraktikkan negara-negara maju. Islam di dalam dirinya
demokratis tidak hanya karena prinsip syura
(musyawarah), tetapi juga karena adanya konsep ijtihad dan Ijma’ (konsensus).
Terdapat beberapa argumen teoteris
yang bisa menjelaskan lambannya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia
Islam. Pertama, pemahaman doctrinal
mengahambat praktik demokrasi. Elie Khudourie menyatakan bahwa gagasan
demokrasi masih cukup asing dalam tradisi pemikiran Islam. Hal ini disebabkan
oleh kebanyakan kaum Muslim yang cenderung memahami demokrasi sebagai sesuatu
yang bertentangan dengan Islam. Upaya liberisasi pemahaman keagamaan dalam
rangka mencari konsensus dan sintesis antara pemahaman doktrin Islam dengan
teori-teori modern seperti demokrasi dan kebebasan.
Kedua,
persoalan kultur. Demokrasi sebenarnya telah dicoba di negara-negara Muslim
sejak paruh pertama abad dua puluh, tetapi gagal. Karena warisan kultural
masyarakat Muslim sudah terbiasa dengan autokrasi dan ketaatan absolut kepada
pemimpin. Langkah yang sangat diperlukan adalah penjelasan kultural mengapa
demokrasi tumbuh subur di Eropa, sementara di kawasan dunia Islam malah
otoritarianisme yang tumbuh dan berkembang.
Ketiga,
lambannya pertumbuhan demokrasi di dunia Islam tidak ada hubungan dengan
teologi maupun kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi
itu sendiri. Untuk membangun demokrasi diperlukan kesungguhan, kesabaran, dan
di atas segalanya adalah waktu. John Esposito dan O. Voll adalah di antara
tokoh yang optimis terhadap masa depan demokrasi di dunia Islam, sekalipun
Islam tidak memiliki tradisi kuat berdemokrasi.
Dalam konteks demokrasi Indonesia,
kesungguhan dan kesabaran dari kalangan elit nasional untuk membangun demokrasi
di negeri ini dengan cara berpolitik santun, bersih dari unsur-unsur politik
manipulatif serta berorientasi kesejahteraan rakyat. Kesungguhan dan kesabaran
mereka diharapkan tercermin dalam sokongan mereka untuk menyerukan nilai-nilai
Islam.
Daftar pustaka
Culla,
Adi Suryadi. 1999. Mayarakat Madani:
Pemikiran,Teori,Dan Relevansinya Dengan
Cita-cita Reformasi. Jakarta:Rajagrafindo.
Budiardjo,
Miriam. 1996. Demokrasi di Indonesia:
Demokrasi Parlemen dan Demokrasi Pancasila.
Jakarta: Gramedia.
Hasbi,
artani. 2001. Musyawarah dan Demokrasi:
Analisa Konseptual Aplikatif dalam Lintasan Sejarah Pemikiran Politik Islam.
Jakarta: widyagraha,LIPI
Kaelani.
1999. Pendidikan Pancasila: Yuridis
Kenegaraan. Yogyakarta: paradigma.
_______________.2000.”Islam,Demokrasi,dan
Modal Sosial,”dalam Mun’in A. Sirry,Dilema
Islam Dilema Demokrasi: Pengalaman Baru Muslim Dalam Transisi Indonesia.
Jakarta: Gugus Press.